TRIBUNEPOS.COM – Polemik terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 semakin memanas. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof KH Abdul Mu’ti, angkat bicara dan menyatakan kekhawatirannya bahwa aturan tersebut berpotensi memfasilitasi perzinahan atau seks bebas di kalangan pelajar dan remaja.
Melalui akun sosial media X pribadinya, @abe_mukti, Mu’ti menyampaikan kritik tajam terhadap pernyataan juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengklarifikasi PP 28/2024.
Menurutnya, pernyataan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan yang menetapkan batas minimal usia perkawinan adalah 19 tahun.
“Pernyataan Juru Bicara Kemenkes tentang alat kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah itu bertentangan dengan UU Perkawinan. Remaja, adalah mereka yang berusia di bawah 19 tahun,” tulis Mu’ti, Rabu (7/9/2024).
Mu’ti menambahkan bahwa dispensasi perkawinan usia di bawah 19 tahun hanya dimungkinkan bagi remaja yang sudah hamil di luar pernikahan yang sah atau kehamilan yang tidak dikehendaki.
Ia mengkhawatirkan, jika aturan tersebut tetap diberlakukan, angka seks bebas di kalangan pelajar dan remaja akan meningkat dan sulit dikendalikan.
“Pelaksanaan aturan ini juga sulit dikontrol. Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja berpotensi menimbulkan seks bebas di kalangan masyarakat, khususnya remaja,” ujar Mu’ti, yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mu’ti dengan tegas meminta pemerintah untuk segera melakukan revisi terhadap PP 28/2024 karena dianggap berpotensi merusak moral generasi masa depan.
“Sebaiknya pemerintah merevisi PP nomor 28/2024. Potensi kerusakan moral akan semakin besar. Jangan sampai kepedulian akan kesehatan reproduksi merusak kesehatan mental dan moral masyarakat, khususnya remaja,” tandasnya.
Sebelumnya, Jubir Kemenkes dr Mohammad Syahril memberikan klarifikasi bahwa frasa “penyediaan alat kontrasepsi” dalam PP 28/2024 ditujukan untuk edukasi kesehatan reproduksi dan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah, guna menunda kehamilan sampai mereka siap secara ekonomi atau kesehatan.
“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” kata dr Syahril, Senin (5/8/2024) lalu.
Meski demikian, pasal dalam PP 28/2024, khususnya Pasal 103 ayat (1) dan ayat (4), terus menuai kritik.
Banyak pihak menilai pasal tersebut bersifat multitafsir dan seolah memberi ruang bagi perzinahan di kalangan pelajar dan remaja.
Pasal tersebut mencantumkan upaya kesehatan sistem reproduksi bagi siswa dan remaja yang meliputi penyediaan komunikasi, informasi, edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. (*)
Jadilah bagian dari perjuangan Tribunepos, bangun Indonesia dengan Literasi!