KAYUAGUNG, TRIBUNEPOS.COM – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencoreng dunia pendidikan di Kayuagung. Kali ini, SMAN 1 Kayuagung menjadi sorotan setelah puluhan murid baru di kelas X dilaporkan diminta membayar biaya seragam sekolah yang terindikasi tidak transparan.
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa para murid dikenakan biaya hingga Rp 3.400.000 untuk siswi dan Rp 3.215.000 untuk siswa.
“Katanya untuk beli seragam sekolah, di antaranya seragam bermotif kotak-kotak, baju pramuka, baju muslim, dan baju olahraga, beserta atribut sekolah,” ujar sumber tersebut beberapa hari lalu.
Penelusuran Tribunepos.com di lapangan mengungkap, SMAN 1 Kayuagung memiliki 136 murid baru di kelas I SMA, terdiri dari 99 siswi dan 37 siswa.
Jika dikalkulasikan, total pungutan seragam sekolah yang dikumpulkan dari murid-murid ini mencapai angka yang fantastis, yakni Rp 460.505.000.
Jumlah ini terdiri dari Rp 341.550.000 yang dibayarkan oleh para siswi dan Rp 118.955.000 oleh para siswa.
Ironisnya, hal ini terjadi di tengah besarnya anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima oleh SMAN 1 Kayuagung untuk Tahun Anggaran 2023.
Data menunjukkan, sekolah ini mendapatkan Rp 688.482.700 pada tahap pertama dan Rp 688.500.000 pada tahap kedua, dengan total anggaran mencapai Rp 1.376.982.700.
Sebagian dari anggaran ini seharusnya digunakan untuk penerimaan peserta didik baru, namun hanya dialokasikan Rp 25.596.500, jauh dari nilai pungutan yang dipaksakan kepada para murid.
Tudingan ini dengan cepat mendapat tanggapan dari Ketua LSM Pusat Kajian Kebijakan Strategis (Puskatis) Kabupaten OKI, Harry Putra.
Ia menegaskan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah mengeluarkan himbauan agar sekolah tingkat SMA dan SMK tidak memberatkan orang tua murid dengan biaya seragam.
“Jika sekolah mewajibkan murid membeli seragam yang telah ditetapkan pihak sekolah, itu jelas pelanggaran dan masuk kategori pungli,” tegasnya.
Harry juga mengingatkan bahwa tindakan ini melanggar UU No. 31 Tahun 1999 junto No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 huruf (i) yang menyebutkan bahwa pegawai negeri yang menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi dapat dipidana hingga 7 tahun penjara.
Sementara itu, Kepala SMAN 1 Kayuagung, Machrus, saat dihubungi melalui nomor WhatsApp, ponselnya tidak aktif, dan ia pun tidak terlihat di sekolah ketika hendak ditemui langsung.
Kabar pungli ini menguak sisi gelap dunia pendidikan di Kayuagung, dan menjadi alarm bagi pihak berwenang untuk segera bertindak. (Ajep)