Scroll untuk baca artikel
BeritaHukum & KriminalPalembang

Tempu Praperadilan! Penetapan Tersangka Yusma Reza Cacat Formil dan Dipaksakan, Hamonagan: Kasus Ini Ne Bis In Idem

×

Tempu Praperadilan! Penetapan Tersangka Yusma Reza Cacat Formil dan Dipaksakan, Hamonagan: Kasus Ini Ne Bis In Idem

Sebarkan artikel ini
Siti Fatona SH, yang didampingi Meri Andani SH, dan Yesi Febrianti SH, sebagai tim kuasa hukum YR, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya ini sangat prematur dan terkesan dipaksakan. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)

PALEMBANG, TRIBUNEPOS.COM – Kasus dugaan penggelapan dokumen yang melibatkan inisial Yusma Reza memasuki babak baru dalam persidangan ke-4 yang digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Palembang.

Dalam persidangan ini, saksi ahli dihadirkan untuk memberikan keterangan yang memperkuat posisi Yusma Reza.

Sebelumnya, Yusma Reza sudah divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dokumen perizinan sebuah terminal yang dimiliki oleh perusahaan besar.

Namun, meski putusan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), Yusma Reza kembali dilaporkan oleh pihak yang sama atas tuduhan penggelapan dokumen perizinan yang identik dengan kasus sebelumnya.

Siti Fatona SH, yang didampingi Meri Andani SH dan Yesi Febrianti SH, sebagai tim kuasa hukum Yusma Reza, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya ini sangat prematur dan terkesan dipaksakan.

“Penetapan status tersangka ini tidak sah, karena prosesnya terlalu cepat dan melanggar prosedur hukum yang berlaku,” ujar Fatona, Jumat (9/8/2024).

Fatona menjelaskan bahwa menurut para ahli hukum yang dihadirkan, penetapan tersangka ini cacat formil.

“Kita perlu melihat dengan jelas bagaimana proses di kepolisian, karena kita belum bisa memastikan alat bukti yang diajukan oleh pelapor benar-benar mendukung tuduhan penggelapan dokumen,” tambahnya.

Di tengah upaya hukum yang tengah mereka lakukan, tim kuasa hukum Yusma Reza berharap agar pengadilan dapat mengabulkan permohonan praperadilan dan menyatakan penetapan tersangka terhadap Yusma Reza tidak sah.

Harapkan Hakim Batalkan Penetapan Tersangka

Sidang praperadilan kasus Yusma Reza kembali memanas pada Kamis (8/8/2024) di Pengadilan Negeri Palembang.

Kasus yang melibatkan dugaan penggelapan dokumen ini menyoroti ketidakakuratan dalam bukti yang diajukan oleh pihak lawan.

Kuasa hukum Siti Fatona, menegaskan bahwa terdapat ketidaksesuaian dalam daftar bukti serta mengkritik ketidaktransparanan proses penggeledahan.

Mereka mengungkapkan bahwa surat penggeledahan yang seharusnya diserahkan tidak pernah diberikan kepada mereka.

“Kami sangat menyayangkan bahwa surat penggeledahan yang seharusnya ada tidak pernah ditunjukkan kepada kami. Ini menunjukkan adanya tindakan tidak transparan dan bias dalam proses ini,” kata Fatona.

Fatona juga mencurigai bahwa kasus ini mungkin dipicu oleh motif dendam pribadi dari pihak-pihak tertentu.

“Kami percaya bahwa kasus ini tidak lebih dari sekadar titipan dendam dari orang-orang kaya yang tidak puas. Kami berharap pengadilan akan melihat kebenaran dan menegakkan keadilan yang sebenarnya,” tambahnya.

“Kami berharap hakim dapat memutuskan kasus ini secara objektif dan adil, dengan keyakinan bahwa hakim adalah wakil Tuhan di bumi.

Kami berharap keputusan akhir pengadilan dapat membatalkan penetapan tersangka yang dianggap tidak berdasar, dan mengembalikan keadilan bagi klien kami,” pungkas Fatona.

Persidangan ini diperkirakan akan berakhir pada Senin (12 Agustus 2024) mendatang, keputusan yang diharapkan dapat memulihkan hak-hak klien dan mengembalikan keadilan.

Foto: Puluhan massa dari Forum Pers Independen (FPI) menggelar aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (6/8/24). Mereka datang untuk mendukung proses praperadilan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Yusman Reza, seorang tersangka dalam kasus yang melibatkan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Selatan (Sumsel). Aksi ini menyoroti kekhawatiran atas penetapan tersangka Yusman Reza yang dianggap terlalu dini dan terkesan dipaksakan. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)

Hamonagan: Kasus Ini Ne Bis In idem

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Hamonagan Albariansyah, selaku saksi ahli yang dihadirkan, menyoroti adanya penerapan asas Ne Bis In Idem dalam kasus ini.

“Asas Ne Bis In Idem adalah perlindungan hukum yang mencegah seseorang diadili dua kali atas perkara yang sama dengan objek, pihak, dan materi pokok yang telah diputuskan secara inkracht. Ini untuk melindungi kemerdekaan si tersangka,” jelas Hamonagan.

Di tempat terpisah, Ketua Aktivis Mahasiswa, Maulana, turut menyuarakan keprihatinannya. Menurutnya, terdapat beberapa kejanggalan dalam perkara ini, di antaranya penerapan asas Ne Bis In Idem, perubahan lokasi dan waktu kejadian, serta alat bukti yang tidak jelas dan hanya berdasarkan asumsi.

“Kasus ini terlihat sangat dipaksakan. Saya curiga ada campur tangan mafia hukum dalam perkara ini,” pungkas Maulana, menutup perbincangan. (*)

 

Jadilah bagian dari perjuangan Tribunepos, bangun Indonesia dengan Literasi!