Scroll untuk baca artikel
BeritaNasionalOpiniPolitik

Indonesia Darurat! Demokrasi Dihabisi, Reformasi Dikhianati, Elit Politik Pertontonkan Kekuasaan: Rakyat Biasa Minggir Wirrr …

×

Indonesia Darurat! Demokrasi Dihabisi, Reformasi Dikhianati, Elit Politik Pertontonkan Kekuasaan: Rakyat Biasa Minggir Wirrr …

Sebarkan artikel ini
OPINI POLITIK
Oleh: Sandi Pusaka Herman (SPH)
Pemimpin Redaksi Tribunepos.com

Dalam tiga hari terakhir, kita telah disuguhi sebuah tontonan politik yang tak lebih dari sekadar dagelan. Para elit politik, yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, justru sibuk memainkan peran mereka dalam sandiwara kekuasaan. Rakyat? Diabaikan, disingkirkan, dan diharapkan tetap diam menonton dari pinggir lapangan.

Dalam sistem demokrasi yang sehat, suara rakyat seharusnya menjadi landasan bagi setiap keputusan politik. Namun, apa yang kita saksikan hari ini adalah kebalikan dari itu.

Elite politik terus bergerak sesuai dengan kepentingan mereka sendiri, dengan mengabaikan aspirasi rakyat yang seharusnya mereka wakili.

Demokrasi kita, yang seharusnya menjadi wadah bagi partisipasi dan keadilan, telah berubah menjadi arena pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan.

Ini bukan pertama kalinya rakyat menjadi korban dari permainan politik para elite. Sejarah telah menunjukkan bahwa ketika elit politik lebih mementingkan kekuasaan daripada rakyat, demokrasi berubah menjadi sekadar formalitas.

Suara rakyat tak lagi didengar, aspirasi mereka tak lagi diperhatikan, dan nasib mereka terabaikan.

Hari ini, demokrasi kita sedang sekarat. Ia telah kehilangan esensinya, tak lagi menjadi suara rakyat, melainkan hanya cerminan dari ambisi segelintir orang.

Jika situasi ini terus dibiarkan, kita tidak hanya akan kehilangan demokrasi, tetapi juga harapan akan masa depan yang lebih baik.

Rakyat, yang seharusnya menjadi penentu arah bangsa, kini hanya bisa berdiri di pinggir, menyaksikan dagelan politik yang dimainkan oleh para elit. Saatnya kita bangkit dan mengambil kembali demokrasi dari tangan mereka yang telah mengkhianatinya.

DPR Membangkang Putusan MK: Upaya Melumpuhkan Demokrasi

Pada 21 Agustus 2024, DPR RI dan pemerintah melakukan manuver politik yang brutal dengan merevisi UU Pilkada. Dalam waktu hanya dua jam, Baleg DPR RI dan pemerintah berhasil menghancurkan sendi-sendi demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah melalui reformasi.

Mereka menyiasati putusan Mahkamah Konstitusi yang baru saja dikeluarkan sehari sebelumnya, terkait ambang batas usia dan syarat pencalonan kepala daerah.

Manuver ini mendapat kecaman keras dari berbagai kalangan—aktivis, mahasiswa, pengamat, dan masyarakat demokrasi.

Mereka menilai tindakan DPR RI dan pemerintah sebagai bentuk pembangkangan konstitusi yang nyata, mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diharapkan mampu menjaga marwah demokrasi dalam pemilihan kepala daerah.

Pembangkangan ini tidak dapat dilihat sebagai sekadar perbedaan interpretasi hukum; ini adalah serangan terhadap demokrasi yang dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan Jokowi dan kroni-kroninya, yang didukung oleh kepentingan oligarki.

Dampaknya jelas: demokrasi lumpuh, oposisi kehilangan fungsi, dan upaya untuk mengatasi krisis iklim serta mencapai cita-cita pendiri bangsa semakin terancam.

Putusan Mahkamah Konstitusi adalah final dan mengikat, hasil dari proses panjang reformasi dan amandemen konstitusi. Upaya DPR dan pemerintah untuk menyiasati keputusan ini tidak hanya berbahaya bagi kelangsungan demokrasi, tetapi juga mencederai kepastian hukum.

Revisi UU Pilkada ini dengan jelas menunjukkan betapa penguasa saat ini lebih mengutamakan kepentingan politik mereka daripada keadilan bagi rakyat.

Jika praktek politik seperti ini dibiarkan, dampaknya akan sangat luas dan serius bagi kemaslahatan publik, termasuk memperburuk dampak krisis iklim yang sudah mendesak. Ini adalah momen kritis bagi Indonesia.

Demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah harus dijaga dan tidak boleh dirusak oleh kepentingan ekonomi dan politik dari rezim berkuasa.

Berbagai kelompok aktivis menyerukan kepada seluruh warga dan elemen masyarakat untuk bersuara. Kita harus mendesak Jokowi dan kroni-kroninya untuk menghentikan semua tindakan yang merusak tatanan demokrasi.

Demokrasi yang sehat memberi ruang bagi warga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, termasuk kebijakan lingkungan, dan memastikan kebijakan tersebut mencerminkan kebutuhan masyarakat lokal.

Di sisi lain, pengelolaan lingkungan yang baik membutuhkan transparansi. Dalam demokrasi yang sehat, informasi mengenai isu lingkungan harus mudah diakses, memungkinkan pengawasan publik dan media.

Inilah alasan mengapa demokrasi dan lingkungan tidak dapat dipisahkan—kedua-duanya adalah kunci bagi masa depan Indonesia. (*)