Scroll untuk baca artikel
ArtikelBeritaNasionalOpiniPolitik

Bersatu Mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi

×

Bersatu Mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi

Sebarkan artikel ini
Oktaria Saputra, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR). (Dok. Tribunepos.umbaran.com)
OPINI
Oleh: Oktaria Saputra
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR)

Di tengah pergulatan demokrasi yang semakin kompleks, Indonesia kembali dihadapkan pada ujian yang menantang. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 Tahun 2024 tentang batas ambang pencalonan kepala daerah memicu reaksi beragam.

Di satu sisi, keputusan ini dianggap sebagai langkah maju untuk memperkuat sistem politik, namun di sisi lain, ada ketidakpuasan yang mencuat dari DPR RI, yang kini berniat membatalkan beberapa poin penting dari putusan tersebut.

Hanya sehari setelah MK mengeluarkan putusannya, Badan Legislasi DPR RI langsung merespons dengan rencana mengadakan sidang paripurna.

Fokus utama mereka adalah batas umur pencalonan kepala daerah dan persentase kepemilikan suara partai politik dalam mengajukan calon kepala daerah.

Menurut putusan MK, seorang calon kepala daerah harus sudah berumur 30 tahun saat mencalonkan diri, bukan ketika ditetapkan sebagai terpilih.

Selain itu, partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki suara minimal 7,5% pada pemilu legislatif, berhak mengajukan calon.

Langkah DPR RI ini menimbulkan kekhawatiran. Banyak pihak melihatnya sebagai upaya untuk mempertahankan dominasi kekuasaan oleh koalisi yang menguasai parlemen, KIM Plus.

Masyarakat pun tak tinggal diam. Aksi penolakan terhadap langkah DPR RI merebak di berbagai daerah, dengan satu tujuan: menjaga agar putusan MK tetap dihormati dan dijalankan.

Namun, sampai kapan kita harus terus mengawal? DPR RI telah menunda sidang paripurna yang seharusnya membahas putusan MK ini, dengan alasan forum tidak quorum.

Meski demikian, ketakutan akan upaya perubahan diam-diam masih menghantui. Bagi banyak orang, kenangan akan manipulasi dan ketidakpastian hukum di masa lalu masih segar di ingatan.

Tanggal 27 Agustus mendatang akan menjadi titik krusial. Pada hari itu, proses pendaftaran calon kepala daerah akan dimulai, dan masyarakat berharap tidak ada lagi upaya untuk mengubah putusan MK.

Karena, seperti halnya putusan MK tentang batas usia pencalonan Presiden, keputusan ini bersifat final dan mengikat.

Dalam situasi seperti ini, kita harus tetap waspada. Pengawalan terhadap putusan MK harus terus dilakukan dengan tegas dan tanpa kompromi.

Kita tidak hanya bertanggung jawab untuk menghormati putusan hukum, tetapi juga memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan adil dan transparan.

Sebagai bangsa, kita telah melewati berbagai ujian demokrasi. Kini saatnya kita bersatu dan berdiri teguh, menjaga agar hukum tetap menjadi panglima di negeri ini. (*)