Scroll untuk baca artikel
ArtikelBeritaOgan IlirOpiniPilkadaPolitikSumsel

Menakar Janji Manis Bupati Ogan Ilir Panca Mawardi: Mana yang Tercapai, Mana yang Terlupa?

×

Menakar Janji Manis Bupati Ogan Ilir Panca Mawardi: Mana yang Tercapai, Mana yang Terlupa?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi: Menakar Janji Manis Bupati Ogan Ilir Panca Mawardi: Mana yang Tercapai, Mana yang Terlupa?. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)

OPINI
Oleh: M Taqwa
Ketua Gerakan Masyarakat Anti KKN Ogan Ilir

OGAN ILIR, TRIBUNEPOS.COM – Pasangan petahana, calon bupati dan wakil bupati Ogan Ilir, Panca Wijaya Akbar dan Ardani telah mendaftarkan maju mencalonkan diri untuk periode kedua pada Rabu 28 Agustus lalu. Diprediksi bakal menjadi pasangan calon tunggal, dan otomatis melawan kotak kosong.

Saatnya pasangan ini, akan kembali meminta restu dari warga Bumi Caram Seguguk untuk memimpin kabupaten ini sekali lagi.

Namun, sebelum kita larut dalam euforia kampanye janji manisnya untuk yang kedua kalinya ini, mari kita sejenak menengok ke belakang, segudang janji manisnya pada masa 2020 silam, sewaktu pencalonan pertama.

Kala itu, saat Panca mencalonkan diri sebagai bupati, banyak program unggulan yang disuarakan.

Janji-janji yang saat didengar pertama kali, membuat kita seolah melihat sosok penyelamat muda yang datang membawa harapan baru bagi Ogan Ilir, yang belum tuntas dilakukan oleh bupati sebelumnya HM Ilyas Panji Alam.

Salah satu janji yang paling mencuat adalah peningkatan insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) dan perbaikan fasilitas kesehatan di Ogan Ilir.

Sebuah janji yang terdengar indah, apalagi saat itu pandemi Covid-19 baru saja mengancam kehidupan kita kala itu.

Namun, setelah hampir lima empat berlalu, mari kita tanyakan kepada sekitar 2.000 nakes di Ogan Ilir. Apakah honor dan insentif mereka sudah naik?

Kabarnya honor mereka saat ini masih sangat menyedihkan, tak sebanding dengan pendidikan tinggi dan mahal yang mereka tempuh di Akper, Akbid dan Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Kemudian, apakah fasilitas kesehatan di setiap desa, termasuk Posyandu di 227 desa di Ogan Ilir, sudah memadai?

Ataukah masih ada desa yang belum merasakan keberadaan Posyandu yang aktif?

Tak hanya itu, Bupati Panca juga menjanjikan pemerataan akses internet hingga ke pelosok desa.

Yang dimaksud tentu bukan sekadar kuota internet yang bisa dibeli sendiri oleh warga, tapi fasilitas internet yang disediakan oleh pemerintah.

Program ini seharusnya melibatkan 227 kepala desa dan dirasakan manfaatnya oleh sekitar 339.000 warga Ogan Ilir.

Tapi, mari kita bertanya, sejauh mana program “Internet Desa” ini terealisasi? Apa bentuk nyata dari janji tersebut?

Panca juga pernah menggemakan pentingnya mendorong lahirnya pelaku UMKM dan pengusaha baru di Ogan Ilir.

Janji ini diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan hadirnya pasar yang ramai, baik secara fisik maupun online.

Namun, dalam kenyataan, seberapa banyak pengusaha baru yang muncul? Apakah pasar—baik fisik maupun digital—telah benar-benar ramai oleh para pembeli dan penjual?

Dan yang paling bombastis adalah janji untuk menjadikan Indralaya sebagai kota metropolitan.

Sebuah kota dengan infrastruktur yang megah, gedung-gedung modern, dan masyarakat yang sehat serta sejahtera.

Tapi sekarang, kita perlu bertanya, apa bentuk nyata dari “metropolitan” yang dijanjikan itu? Apa yang bisa kita saksikan sekarang yang benar-benar menggambarkan perubahan besar di Indralaya?

Masih banyak janji-janji lainnya yang pernah disampaikan oleh Bupati Panca, termasuk infrastruktur sarana publik seperti jalan desa, jembatan dan lainnya.

Satu yang patut diberikan apresiasi kepada bupati Panca, yakni memperelok atau memperindah Masjid Agung An-Nur Tanjung Senai.

Sebagai warga yang kritis, kita perlu mengingat dan menguji kembali janji-janji tersebut.

Ini bukan sekadar mengungkit-ungkit masa lalu sang bupati anak dari Mawardi Yahya ini, tapi sebagai pengingat bahwa seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas apa yang telah dijanjikan kepada rakyatnya. (*)