Scroll untuk baca artikel
ArtikelBeritaOpiniPolitik

Menyoal Hubungan DPR dan Rakyat: Antara Kehormatan dan Pengkhianatan Terhadap Rakyat

×

Menyoal Hubungan DPR dan Rakyat: Antara Kehormatan dan Pengkhianatan Terhadap Rakyat

Sebarkan artikel ini
Sandi Pusaka Herman, Aktivis dan Pemimpin Redaksi Tribunepos. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)
Opini Politik
Oleh: Sandi Pusaka Herman
Penulis adalah Aktivis dan Pemimpin Redaksi Tribunepos

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu pilar utama demokrasi Indonesia. Sebagai lembaga legislatif, mereka ditugaskan untuk menyuarakan kepentingan rakyat, menjaga keseimbangan kekuasaan, serta memastikan pemerintah berjalan sesuai amanat konstitusi.

Namun, realitas yang berkembang dalam beberapa dekade terakhir justru menggambarkan narasi yang berbeda.

Hubungan antara DPR dan rakyat yang mereka wakili kian jauh dari harapan, terbelit antara retorika kehormatan dan tuduhan pengkhianatan.

Reputasi yang Tergerus

Jika kita melihat ke belakang, DPR seharusnya memegang posisi mulia sebagai pengawal demokrasi. Namun, apa yang kita saksikan adalah semakin tergerusnya reputasi lembaga ini akibat berbagai kontroversi.

Mulai dari kasus korupsi yang menjerat anggotanya hingga keputusan-keputusan politik yang dianggap tidak pro-rakyat, kredibilitas DPR semakin berada di ujung tanduk.

Skandal korupsi yang menimpa sejumlah anggota DPR menjadi salah satu faktor yang paling mencolok dalam mempengaruhi persepsi publik.

Laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa korupsi politik sering kali melibatkan aktor-aktor dari lembaga legislatif.

Yang lebih memprihatinkan, beberapa pelakunya adalah mereka yang duduk di komisi-komisi strategis, yang seharusnya berperan penting dalam pengawasan pemerintahan dan pembuatan kebijakan pro-rakyat.

Kasus e-KTP yang menyeret banyak nama anggota DPR, hingga keterlibatan anggota DPR dalam suap alokasi anggaran, adalah contoh nyata bagaimana kehormatan yang seharusnya melekat pada jabatan tersebut justru ternoda oleh kepentingan pribadi.

Bagaimana mungkin wakil rakyat yang seharusnya berperan sebagai penjaga kedaulatan justru mengkhianati kepercayaan publik?

DPR Membela Rakyat atau Elite?

Salah satu ujian besar hubungan DPR dan rakyat terjadi pada saat pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) pada tahun 2020 lalu.

Undang-undang yang disahkan di tengah situasi pandemi ini memicu demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah.

Bagi sebagian besar rakyat, UU Cipta Kerja dianggap lebih menguntungkan para pemodal dan pengusaha besar ketimbang rakyat kecil, terutama buruh yang merasa hak-haknya dilanggar.

DPR yang seharusnya menjadi representasi suara rakyat, malah dinilai terlalu cepat dalam menyetujui undang-undang tersebut.

Proses pembahasan yang terkesan tergesa-gesa tanpa transparansi memunculkan kecurigaan adanya agenda tersembunyi.

Rakyat pun bertanya-tanya: Apakah DPR benar-benar mendengarkan aspirasi mereka, atau hanya sekadar menjalankan titah elite penguasa?

Bukan hanya UU Cipta Kerja, sejumlah kebijakan lain yang dinilai bermasalah juga menambah keretakan hubungan antara DPR dan rakyat.

Dalam banyak kasus, anggota DPR justru terlihat lebih sibuk memperjuangkan kepentingan partainya daripada berfokus pada kebutuhan rakyat.

Isu penghapusan subsidi, kenaikan harga BBM, hingga masalah penegakan hukum yang dirasa tajam ke bawah dan tumpul ke atas, kian mempertegas bahwa jarak antara DPR dan rakyat semakin lebar.

Pengawasan yang Lemah

Salah satu fungsi utama DPR adalah pengawasan terhadap eksekutif. Namun, dalam praktiknya, banyak pihak menilai fungsi pengawasan ini justru sering terabaikan.

Kelemahan DPR dalam melakukan check and balances terlihat jelas ketika berbagai kebijakan yang merugikan rakyat lolos tanpa perdebatan serius di parlemen.

Pengawasan terhadap penggunaan anggaran, pelanggaran hak asasi manusia, dan kebijakan publik yang tidak transparan sering kali tidak mendapat sorotan serius dari DPR.

Ambil contoh saat terjadi pelanggaran HAM di sejumlah wilayah konflik. Banyak kasus kekerasan oleh aparat keamanan yang tidak mendapatkan pengawasan ketat dari parlemen.

Padahal, tugas DPR adalah memastikan setiap tindakan pemerintah, termasuk aparat keamanan, berjalan sesuai dengan hukum dan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara.

Hal ini menunjukkan betapa lemahnya peran DPR dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemerintah.

Rakyat yang Semakin Apatis

Akibat berbagai skandal dan lemahnya pengawasan, rakyat kian apatis terhadap DPR. Rasa percaya yang dulu melekat pada lembaga ini semakin pudar.

Banyak yang merasa bahwa DPR tidak lagi merepresentasikan kepentingan mereka, melainkan hanya menjadi perpanjangan tangan elite penguasa.

Hal ini tercermin dalam tingkat partisipasi politik yang menurun, serta meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap kinerja lembaga legislatif.

Survei-survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap DPR kian menurun.

Bahkan, tidak sedikit yang merasa bahwa DPR sudah tidak relevan dalam kehidupan politik Indonesia.

Sejumlah orang, terutama generasi muda, mulai mempertanyakan apakah demokrasi perwakilan yang kita jalankan saat ini benar-benar efektif dalam mewakili kepentingan rakyat.

Antara Kehormatan dan Pengkhianatan

Pada akhirnya, relasi antara DPR dan rakyat hari ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, DPR adalah lembaga yang terhormat, diisi oleh orang-orang yang diharapkan mampu membawa aspirasi dan harapan rakyat ke panggung politik nasional.

Namun, di sisi lain, sejumlah peristiwa dan kebijakan yang dihasilkan oleh DPR justru menciptakan narasi pengkhianatan terhadap rakyat.

Rakyat tentu berharap, ada titik balik dari DPR untuk memulihkan kehormatannya. Pemilu adalah kesempatan bagi para wakil rakyat untuk membuktikan bahwa mereka layak dipercaya.

Namun, tanpa perbaikan yang serius dalam tata kelola, transparansi, dan integritas, sulit membayangkan bagaimana DPR bisa benar-benar kembali mendapatkan kepercayaan penuh dari rakyat.

Apakah DPR akan terus tenggelam dalam kontroversi dan krisis kepercayaan, atau justru mampu mengembalikan posisinya sebagai lembaga yang dihormati?

Namun satu hal pasti: rakyat tidak akan selamanya diam. Ketika kepercayaan hilang, mereka akan menuntut perubahan. **

Jadilah bagian dari perjuangan Tribunepos, bangun Indonesia dengan literasi!