BANTEN, TRIBUNEPOS.COM — Suasana di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Kamis (24/10), memanas. Puluhan mahasiswa dan aktivis dari Aliansi Anti-Korupsi menyerukan tuntutan keras agar aparat hukum tidak berhenti pada vonis pengadilan terkait korupsi dana hibah pondok pesantren (ponpes) tahun anggaran 2018-2020.
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak Kejati Banten memeriksa Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, yang saat korupsi terjadi menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Banten dan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Faisal Rizal, koordinator lapangan aksi, dengan suara lantang menuntut agar Kejati Banten melanjutkan penyelidikan hingga ke aktor intelektual yang diduga mengendalikan skandal korupsi dana hibah pondok pesantren tersebut.
“Jangan hanya berani pada pelaku yang di lapangan. Yang kami inginkan adalah pemeriksaan terhadap Al Muktabar dan pejabat lain yang punya peran besar dalam pengelolaan dana hibah itu,” tegas Faisal di tengah kerumunan massa.
Kasus ini memang sudah menarik perhatian publik sejak vonis dijatuhkan pada mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Banten, Irvan Santoso, yang dianggap sebagai bagian dari jejaring korupsi dana hibah ponpes tersebut.
Vonis Mahkamah Agung yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dianggap hanya menutup satu sisi kasus, tanpa menyentuh otak utama di balik penyelewengan dana hibah ponpes itu.
“Al Muktabar adalah Ketua TAPD saat itu, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) punya andil besar dalam pengaturan dana hibah. Kenapa mereka belum tersentuh?” teriak Faisal, menambah panas atmosfer di depan Kejati Banten.
Para demonstran menyebut bahwa skema korupsi ini dilakukan secara sistematis dan melibatkan lebih banyak pihak di lingkup birokrasi Banten.
Mereka menuntut Kejati Banten agar segera bertindak, menyusul lambatnya respon terhadap laporan masyarakat yang sudah disampaikan sejak lama.
“Jika tidak ada tindakan lebih lanjut, kami tidak akan berhenti sampai kasus ini diusut tuntas,” tambahnya.
Selain itu, massa aksi juga menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) kepala dinas di lingkungan pemerintah Provinsi Banten.
Beberapa Plt diduga menjabat lebih dari masa yang ditentukan, melanggar aturan BKN tentang batas waktu jabatan sementara.
“Kami menduga ada unsur kesengajaan dalam pengabaian aturan ini, dan ini jelas salah satu bentuk abuse of power,” kata Faisal.
Aksi yang diikuti puluhan massa ini bukan hanya mendapatkan perhatian masyarakat, tetapi juga menyuarakan kritik tajam kepada institusi kejaksaan yang dinilai lamban dalam menindaklanjuti laporan dugaan korupsi.
Mereka mendesak evaluasi kinerja Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) dan Asisten Intelijen (Asintel) yang dianggap tidak responsif terhadap kasus ini.
“Kami ingin Kejati benar-benar bersih dan tidak tebang pilih. Jangan sampai ada oknum yang merusak nama baik institusi kejaksaan.
Kami siap turun aksi lagi kalau tuntutan kami tidak dipenuhi,” ancam Faisal menutup orasinya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejati Banten belum memberikan pernyataan resmi terkait desakan yang disampaikan oleh Aliansi Anti-Korupsi. **
Jurnalis-Risdu Ariri