Scroll untuk baca artikel
ArtikelEditorialHobiHukum & KriminalNasionalPolitikTulang Bawang Barat

CATATAT POLITIK TRIBUNEPOS: Jokowi dan Warisan Residu: Sebuah Evaluasi Kritis

×

CATATAT POLITIK TRIBUNEPOS: Jokowi dan Warisan Residu: Sebuah Evaluasi Kritis

Sebarkan artikel ini
CATATAT POLITIK TRIBUNEPOS: Jokowi dan Warisan Residu: Sebuah Evaluasi Kritis. (Tribunepos.umbaran.com)

Editorial

Setiap era kepemimpinan selalu meninggalkan dua sisi warisan: prestasi yang layak dibanggakan dan kegagalan yang menjadi beban masa depan.

Pemerintahan Joko Widodo, dengan segala kemegahan dan kontroversinya, kini berada di penghujung perjalanan. Namun, jika dinilai secara kritis, warisan yang ditinggalkan lebih condong pada residu persoalan yang membebani republik ini daripada sebuah tonggak kebanggaan.

Ekonomi: Kemajuan yang Menyimpan Luka

Janji revolusi infrastruktur adalah mahkota Jokowi di awal pemerintahannya. Jalan tol, bandara, hingga pelabuhan menjadi simbol kemajuan yang tak terbantahkan. Namun, di balik fasad megah itu, terkuak realitas pahit: utang negara melonjak hingga Rp7.000 triliun, menempatkan stabilitas fiskal dalam bahaya besar.

Investasi besar-besaran dari luar negeri, khususnya dari Tiongkok, menambah daftar panjang ketergantungan ekonomi Indonesia pada kekuatan eksternal. Ironisnya, sektor-sektor tradisional yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat—pertanian dan manufaktur—terus terabaikan.

Indonesia, negeri kaya sumber daya, kini bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti beras, garam, dan jagung. Ini bukan sekadar kegagalan teknis, melainkan hilangnya visi kedaulatan pangan yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Nepotisme dan Oligarki: Citra yang Retak

Jokowi sering memposisikan dirinya sebagai “pemimpin rakyat kecil.” Namun, praktik nepotisme di dalam lingkaran kekuasaannya mengikis kepercayaan publik. Penempatan anak-anaknya, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, dalam peta politik nasional, memperlihatkan bagaimana kekuasaan dapat diwariskan dengan mudah.

Semangat reformasi 1998, yang bertujuan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, tampak terpinggirkan. Jokowi justru menjadi simbol kemunduran demokrasi, membuka jalan bagi dinasti politik dan memperkuat cengkeraman oligarki. Warisan ini mengancam demokrasi yang sedang tumbuh dan menghancurkan kredibilitas sistem politik.

Hukum yang Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Penegakan hukum di bawah rezim Jokowi juga menjadi cermin ketimpangan. Hukum lebih sering digunakan sebagai alat politik untuk membungkam kritik. Tuduhan pencemaran nama baik atau penyebaran hoaks menjadi senjata ampuh melawan mereka yang menantang kekuasaan.

Namun, di sisi lain, kasus-kasus besar yang melibatkan elite—dari korupsi hingga mafia hukum—dibiarkan menggantung tanpa penyelesaian berarti. Hukum menjadi tajam saat menghadapi rakyat kecil, tetapi tumpul ketika berhadapan dengan kekuasaan.

Manipulasi Demokrasi dan Penguatan Otoritarianisme

Pemerintahan Jokowi ditandai oleh erosi nilai-nilai demokrasi. Kritik dianggap ancaman, dan oposisi dilemahkan melalui kooptasi partai politik. Koalisi yang seharusnya menjadi penyeimbang justru berubah menjadi perpanjangan tangan kekuasaan.

Manipulasi politik, seperti upaya menjegal kandidat potensial yang dianggap berseberangan, mencerminkan degradasi moral politik. Demokrasi yang seharusnya menjadi mekanisme partisipasi rakyat justru dipermainkan demi melanggengkan kekuasaan segelintir elite.

Residu yang Menjadi Pelajaran

Warisan Jokowi bukanlah sekadar jalan tol atau gedung pencakar langit. Warisannya adalah residu berupa utang yang melilit, sistem hukum yang timpang, demokrasi yang terkoyak, dan moral bangsa yang tergerus oleh nepotisme serta oligarki.

Sebagai rakyat yang mencintai negeri ini, kita harus menjadikan residu ini sebagai pelajaran. Kita memerlukan pemimpin yang tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga membangun fondasi moral dan keadilan.

Indonesia layak mendapatkan pemimpin yang membawa kemajuan sejati—bukan hanya pencitraan, melainkan keadilan, kemandirian, dan kepercayaan rakyat yang menjadi landasan utama. **