Scroll untuk baca artikel
AgamaOgan IlirOpiniPendidikanSumsel

Menjaga Keautentikan Tilawah Al-Qur’an di Era Digital

×

Menjaga Keautentikan Tilawah Al-Qur’an di Era Digital

Sebarkan artikel ini
KH. Mudrik Qori (Ketua Harian LPTQ Sumatera Selatan, Dewan Pakar DPP LPLQ, dan Mudir Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya)
Oleh: KH. Mudrik Qori
Ketua Harian LPTQ Sumatera Selatan
Dewan Pakar DPP LPLQ
Mudir Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya)

TILAWAH Al-Qur’an merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak hanya memiliki nilai spiritual, tetapi juga estetika yang tinggi dalam Islam.

Kristina Nelson, dalam bukunya The Art of Reciting the Qur’an, menyoroti pentingnya tradisi lisan dalam pembacaan Al-Qur’an dan bagaimana tilawah berkembang sebagai seni yang memiliki aturan khusus, terutama dalam tradisi Mesir.

Namun, di era digital saat ini, tradisi ini menghadapi tantangan besar yang dapat memengaruhi keautentikan serta pemahamannya di kalangan umat Islam.

Perkembangan Tilawah di Era Digital

Kemajuan teknologi membawa berbagai perubahan dalam cara umat Islam berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Digitalisasi mushaf Al-Qur’an, platform daring untuk pembelajaran tajwid dan nagham, serta meningkatnya penggunaan media sosial telah memperluas akses masyarakat terhadap seni tilawah.

Di Indonesia, berbagai aplikasi seperti My Qur’an Digital telah membantu meningkatkan intensitas membaca Al-Qur’an di kalangan santri dan masyarakat umum.

Hal ini menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi sarana yang efektif dalam memperdalam pemahaman serta praktik tilawah.

Selain itu, media sosial telah menjadi wadah bagi qari’ dan guru-guru Al-Qur’an untuk berbagi keahlian mereka. Banyak ulama dan praktisi tilawah yang menggunakan platform seperti YouTube dan TikTok untuk menyebarkan video tutorial nagham serta metode pembelajaran tajwid.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa teknologi mampu membawa manfaat bagi perkembangan seni tilawah dengan jangkauan yang lebih luas dan lebih mudah diakses.

Tantangan dalam Digitalisasi Tilawah

Meskipun memiliki banyak manfaat, digitalisasi tilawah juga menghadirkan tantangan yang tidak bisa diabaikan. Salah satu permasalahan utama adalah hilangnya interaksi langsung antara guru dan murid.

Dalam tradisi pembelajaran tilawah, sebagaimana yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya, santri tidak hanya belajar dari teori, tetapi juga melalui contoh langsung dari para guru dan qari’ senior.

Interaksi ini penting karena aspek nagham dan tajwid tidak hanya bergantung pada bacaan, tetapi juga pada rasa dan pengalaman yang didapat dari guru yang berpengalaman.

Selain itu, kemudahan akses terhadap rekaman tilawah sering kali menyebabkan santri cenderung meniru tanpa memahami dasar-dasar ilmu tajwid dan maqām.

Dalam buku The Art of Reciting the Qur’an, Nelson menguraikan bagaimana tilawah dalam tradisi Mesir memiliki struktur yang khas, yang tidak hanya terkait dengan keindahan vokal tetapi juga pemahaman terhadap makna ayat.

Jika tidak dipahami dengan baik, santri dapat terjebak dalam sekadar meniru nada tanpa memahami konteks dan tujuan utama dari tilawah itu sendiri.

Tantangan lain yang muncul adalah maraknya penggunaan efek digital dalam rekaman tilawah. Beberapa konten digital menggunakan teknologi pengolahan suara yang dapat mengubah intonasi dan resonansi bacaan.

Hal ini berisiko mengaburkan standar tilawah yang autentik, yang seharusnya berdasarkan kemurnian suara dan keterampilan alami seorang qari’.

Menjaga Keautentikan Tilawah di Era Digital

Dalam menghadapi perubahan ini, perlu ada upaya yang seimbang antara pemanfaatan teknologi dan pelestarian tradisi lisan dalam tilawah Al-Qur’an.

Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga keautentikan tilawah di era digital:

1. Mengoptimalkan Pembelajaran Tatap Muka

Meskipun teknologi mempermudah akses pembelajaran, interaksi langsung antara santri dan guru tetap harus dipertahankan.

Pesantren dan lembaga tahfiz perlu mengombinasikan metode pembelajaran daring dengan tatap muka agar santri tetap mendapatkan bimbingan yang mendalam dari para qari’ yang berpengalaman.

2. Memahami Ilmu Tajwid dan Maqām Secara Mendalam

Santri perlu memahami bahwa tilawah bukan sekadar meniru suara qari’ yang terkenal, tetapi juga memahami aturan tajwid dan maqām dengan baik.

Pembelajaran berbasis teori dan praktik harus seimbang agar santri tidak hanya sekadar meniru tetapi juga memahami esensi dari setiap nagham yang dibacakan.

3. Menjaga Standarisasi dalam Media Digital

Para qari’ dan pengajar Al-Qur’an yang aktif di media sosial perlu memastikan bahwa konten yang mereka bagikan tetap sesuai dengan standar tilawah yang benar.

Efek suara atau editing yang berlebihan sebaiknya dihindari agar keaslian tilawah tetap terjaga.

4. Mendorong Kegiatan Musabaqah dan Majelis Tilawah

Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dan berbagai forum tilawah lainnya harus tetap digalakkan sebagai sarana bagi para santri untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam membacakan Al-Qur’an di hadapan para ulama dan penghafal Al-Qur’an.

3. Mengembangkan Platform Pembelajaran Berbasis Ulama dan Ahli Tajwid

Untuk memastikan bahwa pembelajaran digital tetap sesuai dengan standar keilmuan Islam, perlu dikembangkan platform resmi yang dikelola oleh para ulama dan ahli tajwid. Dengan demikian, konten yang disajikan tidak hanya berkualitas tetapi juga memiliki validitas keilmuan.

Kesimpulan

Era digital menawarkan berbagai peluang bagi perkembangan tilawah Al-Qur’an, tetapi juga menghadirkan tantangan yang dapat memengaruhi keautentikannya.

Oleh karena itu, umat Islam perlu bijak dalam memanfaatkan teknologi, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai tradisi yang telah diwariskan oleh para ulama dan qari’ terdahulu.

Tilawah bukan sekadar bacaan, tetapi sebuah seni yang memiliki dimensi spiritual, estetika, dan keilmuan yang dalam.

Dengan menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan pelestarian tradisi, kita dapat memastikan bahwa tilawah Al-Qur’an tetap menjadi bagian yang hidup dalam kehidupan umat Islam, memberikan manfaat tidak hanya dalam aspek ibadah tetapi juga dalam membangun kecintaan terhadap Al-Qur’an di kalangan generasi muda. (**)

 

Editor: SPH