TRIBUNEPOS, BENGKULU — Arah angin penyidikan korupsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bengkulu kian membentang. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu resmi menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan PAD dari Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) yang sempat mangkrak selama bertahun-tahun.
Tiga tersangka itu adalah HR dan SB, Direktur dan Komisaris PT Tigadi Lestari—perusahaan pengelola Mega Mall dan PTM—serta CDP, mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu. Ketiganya langsung ditahan dan dititipkan di Rutan Kelas IIB Bengkulu, setelah menjalani pemeriksaan marathon oleh tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Selasa malam, 17 Juni 2025.
“HR dan SB merupakan adik kandung dari Wahyu Laksono, sementara CDP adalah mantan pejabat BPN yang diduga berperan dalam alih status lahan. Ketiganya sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kepala Seksi Pidsus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo, didampingi Kasi Penkum Ristianti Andriani, Rabu (18/6/2025).
Danang menyebut, dari hasil penyidikan, ketiganya diduga turut serta dalam proses yang menyebabkan kebocoran PAD Kota Bengkulu dan terancamnya aset daerah akibat dijadikan agunan kredit bermasalah.
Bertambah Enam Tersangka, Jejak Lama Kembali Terbuka
Dengan penetapan ini, jumlah total tersangka dalam perkara ini menjadi enam orang. Sebelumnya, Kejati telah menetapkan tiga tersangka utama: mantan Wali Kota Bengkulu Ahmad Kanedi, Direktur Utama PT Tigadi Lestari Kurniadi Begawan, dan Dirut PT Dwisaha Selaras Abadi Wahyu Laksono.
Dalam pengembangan kasus, penyidik turut memeriksa sejumlah saksi kunci. Salah satunya adalah Ketua DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi, yang diperiksa bukan atas jabatannya saat ini, melainkan karena pernah menjabat sebagai Penjabat Wali Kota pada 2012–2013—periode saat alih status lahan bermasalah itu berlangsung.
Pihak perbankan yang disebut-sebut menerima agunan sertifikat dari PT Tigadi Lestari juga turut dipanggil. Pemeriksaan difokuskan pada dugaan aliran dana dan praktik pemanfaatan aset negara sebagai jaminan pinjaman berisiko.
Dari Aset Daerah Menjadi Jaminan Utang
Kisah ini bermula pada 2004, ketika Pemerintah Kota Bengkulu mengalihkan status lahan Mega Mall dan PTM dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Dua sertifikat SHGB itu kemudian dipisahkan: satu untuk Mega Mall dan satu lagi untuk PTM.
Masalah muncul ketika SHGB tersebut diagunkan oleh pengelola ke bank. Akibat gagal bayar, agunan itu berpindah ke bank lain, lalu berujung utang kepada pihak ketiga. Jika utang tidak dilunasi, maka aset lahan yang sejatinya milik Pemerintah Kota Bengkulu terancam dilelang atau diambil alih oleh kreditur.
“Padahal aset itu seharusnya menjadi sumber PAD bagi Pemkot Bengkulu, bukan alat komersialisasi yang mengancam keuangan daerah,” ujar sumber internal Kejati yang enggan disebutkan namanya.
Potensi Kerugian Miliaran Rupiah
Meski nilai pasti kerugian negara masih dalam proses audit, penyidik memperkirakan angkanya mencapai miliaran rupiah—baik dari potensi kehilangan PAD, kerusakan sistem pengelolaan aset, hingga ancaman hilangnya tanah milik publik.
“Ini bukan hanya soal penyimpangan administrasi, tapi masuk pada ranah dugaan korupsi sistemik yang terjadi selama bertahun-tahun,” kata Danang.
Kejati menegaskan penyidikan akan terus diperluas. Penyidik masih menelusuri kemungkinan adanya aktor-aktor lain yang terlibat, termasuk kemungkinan keterlibatan oknum di lembaga keuangan.
Bengkulu Berbenah Lewat Hukum
Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum di Bengkulu. Korupsi pengelolaan aset daerah telah lama menjadi lubang hitam yang menyedot PAD dan menghambat pembangunan kota. Penegakan hukum yang transparan dan tegas diyakini bisa menjadi pintu masuk bagi perbaikan tata kelola keuangan daerah ke depan.
“Kami ingin memastikan bahwa aset milik rakyat tak lagi bisa dijadikan jaminan utang pribadi, apalagi dikorupsi. Ini momentum pembenahan,” tutup Danang.
Berikut profil 6 (enam) tersangka dalam kasus dugaan korupsi kebocoran PAD Mega Mall dan PTM Bengkulu berdasarkan data yang telah disampaikan oleh Kejati Bengkulu:
🔴 Ahmad Kanedi
* Status: Tersangka (Telah ditahan)
* Jabatan saat kasus terjadi: Mantan Wali Kota Bengkulu (periode 2002–2007)
* Peran: Diduga terlibat dalam proses awal alih status lahan dari HPL (Hak Pengelolaan Lahan) menjadi SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) saat menjabat sebagai Wali Kota. Keputusan tersebut menjadi pintu masuk pengelola menggunakan aset negara sebagai agunan kredit perbankan.
* Catatan Tambahan: Saat ini dikenal sebagai tokoh politik lokal dan sempat aktif dalam kegiatan advokasi hukum.
🔴 Wahyu Laksono
* Status: Tersangka (Telah ditahan)
* Jabatan: Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi
* Peran: Diduga sebagai aktor utama di balik pemanfaatan SHGB Mega Mall dan PTM untuk kepentingan kredit usaha. Bersama saudaranya, dia memiliki kontrol terhadap proses pengelolaan aset dan transaksi kredit.
* Hubungan: Kakak kandung dari HR dan SB (dua tersangka baru)
🔴 Kurniadi Begawan
* Status: Tersangka (Telah ditahan)
* Jabatan: Direktur Utama PT Tigadi Lestari
* Peran: Sebagai pimpinan pengelola Mega Mall dan PTM, ia diduga turut menyetujui dan mengatur penggunaan sertifikat lahan sebagai jaminan pinjaman ke beberapa bank. Juga diduga menikmati keuntungan dari praktik penguasaan aset tersebut.
🔴 HR (inisial)
* Status: Tersangka baru (Ditahan per 17 Juni 2025)
* Jabatan: Direktur PT Tigadi Lestari
* Peran: Terlibat langsung dalam pengelolaan Mega Mall dan PTM serta pengambilan keputusan terkait agunan lahan milik negara. Diduga mengetahui dan menyetujui proses pengalihan agunan ke beberapa lembaga keuangan.
* Hubungan: Adik kandung Wahyu Laksono
🔴 SB (inisial)
* Status: Tersangka baru (Ditahan per 17 Juni 2025)
* Jabatan: Komisaris PT Tigadi Lestari
* Peran: Diduga ikut mengatur struktur kepemilikan saham dan kebijakan perusahaan yang menyebabkan kebocoran PAD. Sebagai Komisaris, ia memiliki tanggung jawab terhadap pengawasan keputusan strategis perusahaan.
* Hubungan: Adik kandung Wahyu Laksono dan saudara dari HR
🔴 CDP (inisial)
* Status: Tersangka baru (Ditahan per 17 Juni 2025)
* Jabatan: Mantan Pejabat BPN Kota Bengkulu
* Peran: Diduga berperan penting dalam proses alih status lahan dari HPL ke SHGB. Jabatannya saat itu memberi otoritas administratif terhadap proses legalisasi lahan yang kemudian disalahgunakan.
* Dugaan Keterlibatan: Mempermudah pengurusan sertifikat guna kepentingan perusahaan pengelola mall, yang kemudian dijadikan jaminan pinjaman di luar prosedur resmi pengelolaan aset daerah.
**