TRIBUNEPOS – Tim kuasa hukum mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mulai gelisah menyusul langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta jemaah haji 2024 bersedia menjadi saksi dalam perkara dugaan korupsi kuota haji. Kasus ini diperkirakan merugikan keuangan negara lebih dari Rp1 triliun.
Kuasa hukum Yaqut, Mellisa Anggraini, menilai langkah KPK itu tak relevan dengan pokok perkara.
“KPK memang punya kewenangan memanggil siapa pun sebagai saksi. Tapi imbauan kepada publik jangan sampai keluar dari lingkup perkara,” kata Mellisa kepada wartawan, Selasa, 19 Agustus 2025.
Menurut Mellisa, fokus utama penyidikan adalah dugaan penyimpangan dalam pembagian kuota haji tambahan yang menyebabkan kerugian negara. Karena itu, ia menilai, saksi yang relevan adalah pihak-pihak yang ikut merumuskan kebijakan, bukan jemaah yang sekadar mengalami persoalan teknis di lapangan.
“Kalau KPK mendorong jemaah melapor soal katering, hotel, atau penempatan, itu di luar konteks. Keluhan pelayanan tak otomatis berkaitan dengan tindak pidana korupsi kuota,” ujar Mellisa.
Ia khawatir, strategi KPK ini justru membentuk opini publik seolah semua masalah layanan haji adalah akibat korupsi. Padahal, kata dia, kesaksian seperti itu mudah dipatahkan di persidangan.
“Saksi karena keluhan layanan bisa dianggap tidak punya nilai pembuktian,” ucap Mellisa.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa keterangan dari jemaah haji tetap diperlukan. Lembaga antirasuah itu membuka saluran pengaduan masyarakat lewat laman resmi, call center 198, dan surat elektronik.
“Informasi ini bisa menjadi pengayaan bagi proses penyidikan,” kata Budi.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menambahkan keterangan jemaah 2024 dibutuhkan terutama dari mereka yang mengalami perbedaan layanan, misalnya mendaftar haji khusus tapi ditempatkan pada layanan reguler, atau jemaah furoda yang dilayani seperti haji reguler.
KPK resmi mengumumkan penyidikan perkara dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023–2024 pada 9 Agustus 2025, dua hari setelah memeriksa Yaqut Cholil Qoumas.
Sepekan kemudian, KPK mengumumkan hasil penghitungan awal kerugian negara, lebih dari Rp1 triliun. Lembaga itu juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus Angket Haji DPR sebelumnya menemukan kejanggalan serupa. Pansus menyoroti kebijakan Kementerian Agama yang membagi 20 ribu kuota tambahan dari Arab Saudi dengan porsi 50:50—masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Skema ini dinilai bertentangan dengan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. **