TRIBUNEPOS.COM – Kasus dugaan penggelapan dana Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang menyeret oknum petinggi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat semakin memanas.
Edison Siahaan, anggota PWI Jaya DKI Jakarta, akhirnya melaporkan perkara ini ke Bareskrim Polri.
Langkah tersebut diambil setelah pengurus PWI Pusat bungkam dan membiarkan isu ini bergulir liar, menjadi perbincangan hangat di grup-grup WhatsApp.
Alih-alih memberikan klarifikasi atau meminta maaf kepada anggotanya, pengurus PWI Pusat justru terlibat dalam perang mulut dan saling tuding dalam rapat pembahasan dana UKW.
Rapat yang seharusnya menjadi ajang transparansi malah berujung pada upaya menutupi skandal tersebut agar tidak mencuat ke publik.
Ironisnya, ulah oknum petinggi PWI Pusat yang diduga “Menggarap” dana UKW yang merupakan bantuan dari BUMN ini tak hanya memalukan, tetapi juga mencoreng profesi jurnalis.
Wartawan yang seharusnya menjaga integritas profesinya kini merasa dikhianati.
“Mereka merasa PWI milik sendiri,” ujar Edison dengan nada kesal.
Dalam perkembangan kasus ini, objektivitas seakan sirna. Masing-masing pihak tampak lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Kasus ini perlahan namun pasti merobek persatuan dan kesatuan di tubuh PWI.
Konflik tak terhindarkan, pucuk pimpinan hingga pengurus terlibat saling tuding dan intimidasi, bahkan perselisihan antara pengurus dengan dewan penasihat serta Dewan Kehormatan semakin memperkeruh suasana.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa krisis internal yang melanda PWI bukan sekadar perkara finansial, tetapi juga menyangkut kehormatan dan kepercayaan anggotanya.
PWI Daerah Dukung Laporan ke Polisi
Sejumlah pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Daerah mendukung laporan ke Bareskrim Polri, terkait kasus dugaan penggelapan/korupsi dana hibah BUMN untuk pelaksanaan Uji Kompetensi wartawan (UKW) oleh PWI Pusat.
Para pengurus PWI Daerah yang menolak disebut identitas dan wilayahnya sepakat, kasus yang menerpa PWI tidak cukup diselesaikan hanya lewat keputusan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat.
Sebab peristiwa yang terjadi bukan semata hanya soal pelanggaran etika, moral,maupun etika profesi. Tetapi peristiwa yang terjadi adalah perbuatan melanggar hukum dan dilakukan dengan niat.
Sebelumnya, Sekjen PWI Pusat Sayid Iskandarsyah memberikan klarifikasi bahwa dirinya tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Dia mengaku sudah melaporkan kegiatan sesuai yang tertera dalam perjanjian dengan pihak BUMN. Serta memastikan semua dana yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, beberapa saat setelah DK PWI Pusat memberikan rekomendasi sanksi peringatan keras kepada ketua umum PWI Pusat dan Sekjen serta sejumlah pengurus lainnya. Sontak beredar bukti pengembalian dana UKW dari Syaid Iskandarsyah sebesar Rp540 juta, pada tanggal 18 April 2024.
PWI bukan lagi rumah yang menyenangkan bagi para kuli tinta khususnya anggota PWI. Seluruh anggota PWI ingin kasus ini clear dan clean, sehingga diperlukan pihak yang dapat melihat kasus ini lebih objektif dan berlandaskan aturan dan hukum yang berlaku.
Atas dasar itulah kemudian didukung anggota PWI, kasus dugaan penggelapan/korupsi dana UKW yang berasal dari BUMN dilaporkan ke Bareskrim Polri pada 19 April 2024.
Kita harapkan pihak kepolisian bekerja secara profesional dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan kemudian melimpahkan kasusnya ke penuntut umum untuk disidangkan di Pengadilan.
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/04/2_20240424_094824_0001.png)
KETUA UMUM Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch. Bangun, bersama Sekjen PWI Pusat, Sayid Iskandarsyah; Wakil Bendahara Umum I PWI Pusat, M Ihsan; serta Direktur UMKM pada Kementerian BUMN, Syarif Hidayatullah, mendapat sanksi mengembalikan uang Rp 1,7 miliar secara tanggung renteng.
Sanksi itu keluarkan oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat.
Diketahui, uang Rp 1,7 miliar yang wajib dikembalikan merupakan dana bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari Kementerian BUMN RI kepada PWI Pusat untuk pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di 10 provinsi di Indonesia.
Sanksi oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat ini tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor 20/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tentang Sanksi Organisatoris terhadap Hendry Ch. Bangun, yang ditandatangani Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo, dan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, Nurcholis MA Basyari, pada 16 April 2024 di Jakarta.
Dalam putusannya, Dewan Kehormatan PWI Pusat mengurai awal mula kasus tersebut mencuat. Bahwa, Kementerian BUMN memberi dana CSR senilai Rp 6 miliar kepada PWI Pusat guna melaksanakan UKW di 10 Provinsi di Indonesia.
Pada prosesnya, dana tersebut telah ditransfer ke rekening PWI Pusat senilai Rp 4,6 miliar, dimana Rp 1,5 miliar telah digunakan untuk keperluan pelaksanaan UKW di 10 Provinsi. Persoalan terjadi ketika sisa dana Rp 3,5 miliar kembali ditarik dari rekening PWI Pusat atas persetujuan Hendry sebanyak Rp 1,7 miliar.
Dari hasil klarifikasi Dewan Kehormatan PWI Pusat, uang Rp 1,7 miliar ditarik sebanyak 2 kali, masing-masing sebesar Rp 540 juta. Lalu kembali dilakukan penarikan sebesar Rp 691 juta, dimana uang Rp 691 juta ditransfer untuk Syarif Hidayatullah sebagai bentuk fee atau komisi karena telah berjasa melancarkan proses pencairan dana CSR Kementerian BUMN.
Dewan Kehormatan PWI Pusat sendiri tidak merinci dana Rp 540 juta yang ditarik sebanyak 2 kali dipergunakan oleh Hendry dan pengurus lainnya untuk keperluan apa.
Pengembalian uang Rp 1,7 miliar ini oleh keempatnya harus tuntas selama 30 hari sejak surat putusan Dewan Kehormatan PWI Pusat diterbitkan.
Atas kisruh uang cashback dan komisi dalam dana CSR Kementerian BUMN ini, Dewan Kehormatan juga merekomendasikan pemecatan terhadap Sekjen PWI Pusat, Sayid Iskandarsyah, Wakil Bendahara Umum I PWI Pusat, serta M Ihsan serta Direktur UMKM Kementerian BUMN dalam kepengurusan PWI Pusat 2023-2028. Sementara, Hendry hanya mendapat teguran keras.
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/04/3_20240424_111750_0002.png)
Hendry: Dasar Keputusan DK Cacat dan Keliru
Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, memberikan tanggapan soal hukuman Dewan Kehormatan PWI Pusat kepadanya.
Hendry menilai, sanksi yang diberikan kepadanya itu terdapat banyak cacat dasar pengambilan keputusan oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat, sehingga tidak sesuai fakta.
Ia menegaskan, terdapat beberapa kekeliruan Dewan Kehormatan PWI Pusat dalam keputusannya, seperti soal istilah CSR BUMN. Padahal, menurutnya, bentuk bantuan dana tersebut adalah sponsorship antara PWI Pusat dan Forum Humas BUMN.
“Kedua pihak memiliki kewajiban dan hak yang disepakati. Tidak ada komplain dari salah satu pihak sampai perjanjian ini selesai pada Januari 2024. Objeknya salah tentu saja putusannya salah,” ujar Hendry dilansir dari radarbanten, Selasa, 23 April 2024.
Menurut Hendry, tiga orang yang dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat tidak pernah diperiksa atau dikonfirmasi sama sekali.
Padahal, katanya, di dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI Pusat jelas tertulis, orang yang dijatuhi sanksi harus diberi kesempatan untuk klarifikasi.
“Harusnya ada upaya untuk mendapat keterangan langsung dari yang bersangkutan tidak langsung memutuskan,” tegasnya.
Terkait pemberian fee atau komisi, ia menjelaskan, terdapat praktik pemberian marketing fee di PWI Pusat yang bentuknya tertulis dan praktik ini setidaknya sudah berlangsung sejak tahun 2014.
Fee tersebut, sambungnya, antara lain diberikan kepada top marketing selain pada tim pendukung.
“Jadi sah-sah saja ada fee, dan itu bukan penyelewengan seperti tuduhan Dewan Kehormatan. Apabila jumlahnya dianggap lebih besar, hal itu bisa diselesaikan dengan membayar kelebihan bayar. Mindset bahwa itu pelanggaran PD/PRT dan harus dijatuhi sanksi adalah keliru. Kecuali tidak ada aturan tertulisnya,” tandasnya. (*)
Dapatkan update berita pilihan, news update dan breaking news setiap hari dari tribunepos.
© 2024 TRIBUNEPOS (umbaran network group) – Hak Cipta Dilindungi Hukum