Laporan Jurnalis: Tri Andini Firdanti/ Tribunepos Ogan Ilir
OGAN ILIR, TRIBUNEPOS – Di balik deretan prestasi yang diraih siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Ogan Ilir, terselip keresahan lama, madrasah masih belum sepenuhnya mendapat ruang dalam ajang resmi pendidikan nasional.
Kepala MIN 1 Ogan Ilir, Faidol Azmi, menyebut keterbatasan itu membuat potensi siswa madrasah kerap terabaikan.
“Potensi siswa madrasah tidak kalah dengan sekolah umum. Kami hanya ingin kesempatan yang sama, agar madrasah juga bisa tampil di panggung nasional,” kata Faidol kepada Tribunepos, Senin (8/9/25).
Keluhan itu berangkat dari pengalaman. Meski fasilitas terbatas dan gedung sekolah sempat direvitalisasi, siswa MIN 1 Ogan Ilir tetap menunjukkan taringnya.
Mereka menjuarai lomba gerak jalan tingkat kecamatan, menembus empat besar provinsi dalam cabang pencak silat, hingga meloloskan wakil dalam ajang sains tingkat provinsi.
Bagi Faidol, prestasi itu menegaskan satu hal, madrasah tak lagi bisa dipandang sebelah mata.
“Kami ingin madrasah ini bukan sekadar ruang belajar agama, tapi juga wadah menempa generasi unggul di semua bidang,” ujarnya.
Sejak 2023, MIN 1 Ogan Ilir yang berlokasi di Kecamatan Payaraman Timur menjalankan strategi tambahan belajar dan pembinaan khusus.
Program ini lahir dari keprihatinan, ketika ruang belajar harus dibatasi karena proses renovasi gedung. Sebagian kegiatan bahkan dialihkan ke sistem daring.
Namun keterbatasan itu justru melahirkan inovasi. Siswa tak hanya mendapat pembelajaran akademik, tetapi juga diarahkan aktif di kegiatan keagamaan seperti tahfidz dan adzan.
“Pembelajaran tambahan ini adalah cara kami menyiapkan siswa agar siap bersaing,” kata Faidol.
Menurutnya, kunci dari keberhasilan itu ada di sinergi guru dan orang tua. Guru menjadi motor penggerak, sementara orang tua menopang dari rumah.
“Tanpa dukungan mereka, mustahil prestasi bisa lahir dari kondisi seperti sekarang,” ujarnya.
Persoalan yang dialami MIN 1 Ogan Ilir sejatinya menggambarkan problem klasik madrasah di banyak daerah, eksistensinya belum sepenuhnya diakui setara dengan sekolah umum, terutama dalam ajang resmi seperti Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) maupun lomba sains yang dikoordinasi pemerintah daerah.
Padahal, secara regulasi, madrasah adalah bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Data Kementerian Agama menunjukkan, jumlah madrasah terus bertambah dari tahun ke tahun, dengan kontribusi signifikan dalam melahirkan siswa berprestasi, baik di bidang akademik maupun keagamaan.
Namun di lapangan, ketidakmerataan perhatian masih terasa. Madrasah sering kali harus berjuang sendiri mencari panggung.
“Kalau akses ke ajang resmi terbuka, saya yakin anak-anak madrasah bisa bersaing, bahkan melampaui,” kata Faidol.
“Pemerintah harus memandang madrasah sebagai bagian dari kekuatan pendidikan daerah. Kami hanya butuh kesempatan yang sama,” ujarnya menutup pembicaraan.
**