Scroll untuk baca artikel
BeritaBerita UtamaNasionalOgan IlirSumselViral

Miris, Personel BPBD Ogan Ilir Hanya Dibekali Rp40 Ribu Saat Tanggulangi Bencana, Dana Minim Jauh dari Ideal

×

Miris, Personel BPBD Ogan Ilir Hanya Dibekali Rp40 Ribu Saat Tanggulangi Bencana, Dana Minim Jauh dari Ideal

Sebarkan artikel ini
Kepala BPBD Ogan Ilir, Edi Rahmat. (Foto: Tribunepos)
Laporan Jurnalis: Zahra Amiya Tasya/ Tribunepos Ogan Ilir

OGAN ILIR, TRIBUNEPOS – Di tengah riuh api yang melalap semak dan hutan, atau deras arus sungai yang meluap, petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ogan Ilir harus berjibaku dengan perlengkapan terbatas. Lebih ironis, ongkos perjuangan mereka hanya dihargai Rp40 ribu sekali turun.

“Rp40 ribu per orang jelas tidak cukup. Mereka bisa berjam-jam bekerja di medan sulit dengan kondisi darurat. Idealnya minimal Rp75 ribu sekali turun,” kata Kepala BPBD Ogan Ilir, Edi Rahmat, ketika ditemui Tribunepos.di ruang kerjanya, Kamis (11/9/25) kemarin.

Keterbatasan bukan hanya soal dana. Dengan wilayah seluas 16 kecamatan, jelas Edi, BPBD Ogan Ilir hanya mengandalkan dua mobil tangki, sepuluh mesin pompa, dan dua perahu karet. Jumlah itu jauh dari kata ideal.

“Kami kesulitan jika bencana terjadi bersamaan di beberapa titik. Dengan armada seadanya, mustahil bisa meng-cover semuanya,” ujar Edi.

Padahal, ancaman bencana di Ogan Ilir bukan cerita musiman. Dua tahun terakhir, daerah ini dihantam empat bencana utama, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), angin kencang yang merusak rumah warga, banjir pasang saat musim hujan, hingga longsor di bantaran sungai.

Kondisi ini memperlihatkan paradoks. Di satu sisi, bencana makin kerap datang. Di sisi lain, perangkat untuk menanggulanginya kian keropos.

Situasi itu menempatkan petugas BPBD dalam dilema, antara panggilan tugas kemanusiaan dan kenyataan minimnya dukungan.

Meski begitu, Edi masih menitipkan pesan kepada warga, jangan rusak alam.

“Kurangi membakar hutan, jangan buang sampah ke sungai. Kalau kita jaga alam, alam juga menjaga kita,” ujarnya.

Namun, seruan moral itu saja tak cukup. Tanpa tambahan anggaran dan sarana yang memadai, kesiapsiagaan bencana di Ogan Ilir berisiko berhenti sebatas jargon di atas kertas.

Dan setiap kali bencana datang, yang paling dulu menanggung dampaknya adalah rakyat di garis depan. **