Scroll untuk baca artikel
BeritaDesaOgan IlirProyekSumselViral

Jembatan Miring Muara Kumbang, Urat Nadi Ekonomi yang Terancam Putus, Bupati Panca Turun Tangan

×

Jembatan Miring Muara Kumbang, Urat Nadi Ekonomi yang Terancam Putus, Bupati Panca Turun Tangan

Sebarkan artikel ini
Jembatan Desa Muara Kumbang, Kandis, Ogan Ilir. (Foto: Tribunepos) 
Laporan Jurnalis: Komaria/ Tribunepos Ogan Ilir

OGAN ILIR, TRIBUNEPOS — Setiap pagi, kendaraan kecil melintasi jembatan di Desa Muara Kumbang, Kandis, Ogan Ilir, dengan hati-hati. Sebagian mobil pengangkut beras dan kebutuhan sehari-hari masih melewati jalur itu, meski kemiringan jembatan semakin terlihat jelas.

Hartati, Sekretaris Desa, menunjuk ke arah kayu dan besi yang bergeser perlahan, memperlihatkan retakan halus yang terus membesar.

“Sudah lama kondisi ini seperti ini. Semakin lama semakin miring. Mobil besar sudah tidak boleh lewat lagi karena sangat berbahaya,” kata Hartati kepada Tribunepos, Jumat (26/09/25).

Jembatan itu bukan sekadar penghubung, tapi urat nadi kehidupan masyarakat Muara Kumbang.

Dari sini, beras hasil panen, sayur-mayur, dan kebutuhan sehari-hari keluar masuk desa.

Anak-anak sekolah menyeberangi jembatan, begitu pula petani membawa hasil ladang.

Tak adanya jalur alternatif membuat warga terpaksa mengambil risiko, meski setiap getaran dan beban terasa menambah tekanan pada kayu dan besi yang rapuh.

“Kalau tidak segera diperbaiki, tidak hanya ekonomi yang terganggu, tapi pelayanan pemerintah juga bisa ikut terhambat,” ujar Hartati.

Beban berlebih dari kendaraan yang dulu sering melintas mempercepat kerusakan jembatan. Kini, aktivitas masyarakat dan mobilitas warga sangat tergantung pada keputusan hati-hati setiap orang yang menyeberang.

Penduduk desa berharap pemerintah segera turun tangan. Bagi mereka, jembatan bukan sekadar sarana fisik, tetapi juga penghubung kehidupan—antara rumah, sawah, pasar, dan sekolah.

Jika dibiarkan, bukan hanya risiko kecelakaan yang mengintai, tapi juga kelangsungan aktivitas sosial dan ekonomi yang menjadi tumpuan warga.

Di bawah panas terik matahari Muara Kumbang, jembatan itu tetap berdiri. Miring, rapuh, namun menjadi saksi bisu perjuangan warga yang setiap hari menyeberang, menata hidup, dan berharap bantuan datang sebelum sesuatu yang tak diinginkan terjadi.

Baik, saya sudah memadukan laporan lapangan dengan keterangan resmi Bupati Ogan Ilir. Saya buatkan dalam gaya berita feature investigatif ala Tempo, agar lebih hidup, rapi, dan kuat sisi narasinya.

Jembatan Desa Muara Kumbang, Kandis, Ogan Ilir. (Foto: Tribunepos)

Bupati Turun Tangan

Kondisi darurat ini akhirnya mengundang perhatian Bupati Ogan Ilir, Panca Wijaya Akbar. Selasa (30/9/2025).

Ia meninjau langsung jembatan Lubuk Rukam–Muara Kumbang bersama Kepala Dinas PUPR H. Ruslan, Camat Kandis, para kepala desa, dan anggota DPRD Ogan Ilir Amrina Rosyada.

Di lokasi, Panca dengan tegas meminta perbaikan segera.

“Pangkal jembatan ini harus diperkuat pengedaman, dilebarkan, dan yang sudah miring segera diperbaiki menggunakan anggaran kabupaten,” ucapnya.

Ruslan, Kepala Dinas PU PR, memastikan pihaknya akan menindaklanjuti instruksi tersebut. Menurutnya, jembatan itu sudah berulang kali diperbaiki, bahkan ditinjau oleh pejabat daerah.

Namun karena usia konstruksi yang dibangun sejak Ogan Ilir masih bergabung dengan OKI, kerusakan terus berulang.

“Memang sudah waktunya dibangun jembatan beton. Tapi anggaran APBD kita terbatas, sementara kebutuhan infrastruktur lain juga mendesak,” kata Ruslan.

Ia menambahkan, pihaknya telah mengajukan bantuan ke Pemerintah Provinsi dan Pusat.

Bupati juga meminta dipasang portal pembatas tonase agar truk bermuatan berat tidak lagi melintasi jembatan. Meski begitu, usulan ini masih butuh koordinasi dengan desa, termasuk soal keamanan agar portal tidak hilang dicuri.

Sebelumnya, PRD Ogan Ilir melalui Amrina Rosyada menegaskan, aspirasi warga jelas, mereka ingin jembatan beton permanen. Sebab, selama ini jembatan kayu selalu jadi tambal sulam tanpa solusi jangka panjang.

“Jembatan ini bukan hanya milik warga Muara Kumbang, tapi akses vital antar-desa yang menopang ekonomi,” ujarnya.

Sementara itu, di tepi sungai, warga terus menatap jembatan yang semakin miring. Bagi mereka, perbaikan bukan sekadar infrastruktur, melainkan penentu masa depan. Setiap papan kayu yang berderit adalah pengingat bahwa waktu kian menipis. **