Scroll untuk baca artikel
BeritaOpini

Pilkada Kota Palembang, Perang ‘Bintang Politik Baru’

×

Pilkada Kota Palembang, Perang ‘Bintang Politik Baru’

Sebarkan artikel ini
Afriantoni, Akademisi UIN Raden Fatah dan Pemerhati Politik. (Dok. Tribunepos.com)

Oleh: Afriantoni
(Akademisi UIN Raden Fatah dan Pemerhati Politik)

TRIBUNEPOS – Membaca jelang pertarungan politik di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Palembang cukup rumit. Dinamika politiknya, masih sulit ditebak dan cukup kencang. Hal ini disebabkan muncul perlawanan antara “political party” atau “depolitical party” artinya mengusung kader partai politik sendiri atau bukan dari kader partai politik.

Memperhatikan dinamika yang berkembang pasca pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 14 Februari 2024 lalu, suasana politik saat ini kemungkinan keduanya bisa saja terjadi. Mengingat peluang dari kader dan bukan kader partai politik masih terbuka lebar.

Kemunculan peluang ini karena petahana Harnojoyo tidak lagi mencalonkan diri mengingat sudah dua periode memimpin salah satu kota tertua di Indonesia ini.

Pertarungan memperebutkan pucuk pimpinan Pemerintah Kota Palembang terbuka sangat lebar dan memiliki berbagai kemungkinan.

Sebagai bentuk peluang dan pertimbangan politik, maka posisi jumlah kursi di DPRD Kota Palembang pada Pemilu 2019 menjadi tolak ukur antara lain: Partai Demokrat mendapatkan porsi terbanyak dengan 9 kursi, disusul Gerindra 8 kursi, PDI Perjuangan 7 kursi, PAN 6 kursi, PKB 6 kursi, PKS 5 kursi, Golkar 5 kursi, Nasdem 3 kursi, dan PPP 1 kursi. Kursi ini sebagai gambaran untuk dukungan politik Pilkada Kota Palembang tahun 2024 nanti.

Pada saat ini, beberapa nama saja disebut sebagai calon elektabilitas tertinggi dalam survei politik, namun tetap saja pada hakekatnya belum ada calon yang memiliki restu partai dan jumlah dukungan maksimum yang diminta KPU Kota Palembang jika menempuh jalur independent, artinya semua bakal calon memiliki peluang yang sama.

Sedangkan di sisi yang berbeda nama-nama lain terus mewarnai wacana Pilkada Kota Palembang, antara lain: Ratu Dewa, Fitrianti Agustinda, Yudha Pratomo, Baharuddin, M Hidayat, Rasyid Rajasa, Akbar Alfaro, Syofwatillah Mohzaib, Mgs. Syaiful Fadli, Prima Salam, Nandriani Octarina, Asti Rosmala Dewi, Zainal Abidin, Firmansyah Hadi, Ahmad Zulinto, Charma Afrianto, Akhmad Basyarauddin, Nasrun Umar, Yulian Gunhar, RM Yusuf Indra Kesuma, Adzanu Getar Nusantara, Zaitun, Abdul Rozak, Taufik Husni, Hernoe Roesprijadji, dan Hendra Zainuddin.

Nama-nama lain yang bakal muncul antara lain: Rio Septianda Djambak, Permana, Danu Mirwando, Saidina Ali, Muhammad Hibbani, Yulfa Cindosari, Mularis Djahri, Maphilinda Syahrial Oesman, Mawangir, Mgs. Chairil Syah, Mualimin Pardi Dahlan, Ayu Giri Ramadhan, Hensyi Fitriansyah, Ikhwansyah, Aprizal, Yan Hariranto, Fri Hartono, Aris Saputra, dan lainnya.

Semua nama-nama tersebut terus bergulat dalam situasi yang berbeda-beda.

Berkaitan dengan dinamika di atas, Aristoteles berpendapat bahwa politik adalah “master of science,” yang berarti politik bukan hanya sekadar ilmu pengetahuan, tetapi juga kunci untuk memahami lingkungan.

Menurutnya, politik tidak bisa dipisahkan dari dua aspek utama, yaitu “konflik dan kerja sama”.

Hal ini tercermin dalam dinamika politik ini, mengisyaratkan mana kepentingan personal, partai, dan kebutuhan masyarakat terus bertarung dengan intens.

Oleh karena itu, pengetahuan atas situasi politik dimaknai sebuah pemahaman atas “lingkungan, konflik, dan kerja sama” sangat relevan.

Siapapun yang terjun ke dunia politik harus memahami konsep ini, karena ketiganya memerlukan pemikiran, fisik, dan mental yang kuat.

Ringkas uraian di atas dapat dikatakan bahwa peta politik di Kota Palembang sangat dinamis dan rentan perubahan-perubahan yang begitu cepat.

Pada tulisan ini akan membaca peta politik terutama mengkaji dukungan politik partai atau pertimbangan kader idelogis atau hasil kerja elektabilitas survei politik. Yang jelas, diharapkan nama-nama yang muncul diyakini mampu memenangkan pertarungan politik di Kota Palembang.

Pertarungan Elektabilitas Rendah

Salah satu argumen yang jauh dari “kebenarannya” adalah adanya “pertarungan elektabilitas rendah” sebagai langkah menutup pintu di luar kader partai.

Argumen ini merupakan sebuah keyakinan atas dasar eksitensi partai politik lebih mendorong kadernya untuk bertarung di Pilkada Kota Palembang.

Akhirnya, munculnya “Bintang Politik Baru” menjelang Pilkada Kota Palembang dalam konteks “political party” atau pihak partai “ngotot” dari “kader partai” maka pihak partai akan mengabaikan faktor elektoral.

Hal ini disebabkan lingkungan politik baik dari harmonisasi individu, interpersonal maupun antar lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif berirama dalam bingkai gelombang suara yang tidak teratur karena derasnya desakan arus perubahan dan perbaikan.

Dalam pertarungan “ajaib” ini bisa saja konstruksi politik yang akan terbangun adalah partai politik mengunci berbagai calon dalam sebuah “drama kolosal” yang berjudul “Pertarungan Elektabilitas Rendah”.

Hal yang sangat memungkinkan terjadi jika fanatisme kepartaian menjadi interaksi dialogis, ideolgis dan fanatis, maka yang terjadi lebih menjanjikan dan memberikan peluang kemenangan yang sama dan merata antar calon pasangan yang diusung partai politik hari ini.

Pertama, pasangan Cawako dan Cawawako yang kemungkinan diusung oleh Gerindra, Golkar, dan PAN.

Bisa saja, nama pasangan terbut bisa saja “Prima Salam-Rasyid Rajasa” atau “Prima Salam-Asti”, atau “Hidayat- Rasyid” atau “Hidayat- Prima Salam” atau “Hidayat-Asti”, atau Rasyid-Asti.

Atau mungkin nama lainya dan partai lain yang bergabung misalnya atau sebaliknya dengan dua partai yakni Golkar-Gerindra, maka hanya akan ada nama Hidayat-Prima Salam, atau sebaliknya atau nama lainnya.

Kedua, pasangan Cawako dan Cawawako lainnya misalnya gabungan Demokrat-PPP, tentu alternatif pilihan tidak terlalu banyak, dan atau bersama PKS yang menghasilkan pasangan “Yudha-Bahar”, atau “Yudha-Syaiful” atau “Yudha-Sulaiman”, atau Yudha-Hibbani dan seterusnya.

Ketiga, pasangan Cawako dan Cawawako yang akan diusung oleh Golkar, PDI Perjuangan dan Gerindra.

Menghasilkan pasangan Prima Salam-Hidayat, RM. RM Yusuf Indra- Prima Salam, atau Prima Salam-RM Yusuf Indra, Gunhar-Hidayat, Gunhar-Asti, atau “Prima Salam-Asti”, atau “Hidayat- Rasyid” atau “Hidayat- Prima Salam” atau “Hidayat-Asti”.

Keempat, bisa saja gabungan dari PAN, PDI Perjuangan, dan atau PDI Perjungan dan Golkar.

Bisa saja pasangan Hidayat-Rasyid Rajasa, Gunhar-Hidayat, “Hidayat- Rasyid” “Hidayat-Asti”, atau Rasyid-Asti atau nama lainnya.

Kelima pasangan Cawako dan Cawawako yang merujuk koalisi nasional terkait Pilpres 2024 lalu, maka koalisi partai tersebut bisa saja terbentuk yakni Nasdem, PKS dan PKB.

Mengusung pasangan “Fitri-Bahar”, atau “Bahar-Nandriani”, atau “Fitri-Syaiful Fadli”, atau “Syaiful-Nandriani”, atau “Firmansyah-Syaiful Fadli” atau “Firmansyah-Nandriani”, atau Fitri-Nadriani” dan seterusnya.

Dinamika ini masih terus bergulat dan mereka ini belum menemukan kecocokan masing-masing.

Keenam, pasangan Cawako dan Cawawako lainnya misalnya gabungan Demokrat-PPP.

Tentu alternatif pilihan tidak terlalu banyak, dan atau bersama Golkar yang menghasilkan pasangan “Yudha-Hidayat”, atau “Yudha-Asti” atau “Hidayat-Yudha, Yudha-Sulaiman” dan seterusnya.

Ringkas dari simulasi di atas bukanlah hasil survei, tetapi merupakan pengamatan atas dinamika situasi yang berkembang.

Uraian di atas intinya semua partai politik bersepakat untuk mengusung kadernya maju dalam Pilkada Kota Palembang.

Namun, keputusannya akan terlihat ketika pendaftaran 27 Agustus 2024 nanti, karena fleksibilitas partai politik untuk menjadi pemenang dalam kontestasi menjadi pertimbangan utama, yakni agar partai dalam eksis dalam lima tahun ke depan.

Pertarungan “Depolitical Party”

Pertarungan “Bintang Non Partai Politik” dapat saja terjadi jika negosiasi dan keinginan para elit partai politik di level nasional yang berbasis hasil survei atau meniadakan peran fanatisme dan unsur ideologis kepartaian. Semua masih terbuka lebar, walau waktu semakin dekat.

Pasangan yang mungkin masuk dalam ranah ini adalah Ratu Dewa, Nandriani, Basyaruddin, atau nama lainnya.

Termasuk dalam ranah ini mereka yang berjuang dalam jalur independen. Peluang mereka cukup signifikan dengan mengandalkan elektabilitas tinggi dan mengandalkan kemampuan membiayai operasional pemenangan.

Jika fenomena ini yang terjadi maka pertarungan tidak semata nonpartai tapi kombinasi di luar partai dan dalam partai.

Misalnya Ratu Dewa, Basyaruddin dan Nandriani akan menjadi tumpuan harapan bagi partai untuk mendokrak mesin partai dan relawan pendukung menjadi panas dan menyala-nyala.

Pertanyaan bagaimana kemungkinan dan petaan pasangan masing-masing.

Pertama, pada awal ini yang diharapkan maju jalur partai PAN, Golkar atau Gerindra mengusung pasangan Cawako dan Cawawako adalah Ratu Dewa- Rasyid atau Ratu Dewa-Prima Salam, atau Ratu Dewa-Asti, atau Ratu Dewa-Hidayat, Hidayat-Ratu Dewa, atau Prima Salam-Ratu Dewa, dan seterusnya. Atau mungkin nama lainya dan partai lain yang bergabung misalnya atau sebaliknya

Kedua, pada tahap ini yang diharapkan maju jalur partai PKB, Golkar atau PPP pasangan Cawako dan Cawawako Ratu Dewa- Rasyid atau Ratu Dewa-Prima Salam, atau Ratu Dewa-Asti, atau Ratu Dewa-Hidayat, Hidayat-Ratu Dewa, atau Prima Salam-Ratu Dewa, dan seterusnya.

Ketiga, selanjutnya pasangan bisa saja diusung dari partai Nasdem, PKB dan PKS akan menurunkan pendukung perubahan dalam skala lokal. Fitri-Syaiful, Fitri-Bahar, atau Fitri-Ratu Dewa, dan seterusnya.

Keempat, bisa saja yang lain diusung dari PKB, Golkar-PDI Perjuangan Basyaruddin-Asti atau Basyaruddin- Hidayat, atau Ratu Dewa-Basyaruddin, atau Basyaruddin-Ratu Dewa, dan seterusnya.

Ringkas uraian di atas, faktor elektoral saat ini mereka yang akan maju di Pilkada Kota Palembang harus terus melakukan kerja politik, menghidupkan mesin politik, dan menunjukkan prestasi kepada publik.

Tujuannya agar stabilitas popularitas dan elektabilitas terus meningkat sampai hari pencoblosan akhirnya mereka mampu mengkapitalisasi peristiwa politik dengan hasil suara kemenangan.

Untuk itu, siapa pun yang akan maju pada Pilkada Kota Palembang diperlukan pemetaan matang strategi politik agar dapat memberikan yang terbaik, warna dan hidangan baru dalam menghadapi kontestasi November tahun 2024 nanti.

Terutama dukungan partai politik dan para elit partai yang berpengaruh kuat. Setiap calon harus menunjukkan program dan capaian yang positif di mata publik agar mendapatkan dukungan yang kuat.

Di sisi lain, problematika nyata bahwa para pemilih di Kota Palembang cenderung lebih pragmatis dalam menentukan pilihan mereka, baik berdasarkan pertimbangan materi, kepartaian, keunggulan figur atau kandidat, maupun arahan tokoh yang mempengaruhi pilihan.

Pragmatisme ini tetap menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Palembang.

Hal ini mungkin disebabkan oleh kuatnya kekeluargaan, adat, budaya dan simpul patronase dalam menentukan pilihan di wilayah Kota Palembang.

Dengan waktu yang sudah semakin mendekat menuju Pemilukada 2024, para calon harus mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat untuk menimbang, dan memutuskan agar memilih kepala daerah yang sesuai dengan harapan dan pemilihan dapat berjalan jujur, adil, damai, aman, dan kondusif, menghasilkan pemenang yang benar-benar diinginkan.

Akhirnya, semua keputusan ada di tangan masyarakat Kota Palembang. **