Scroll untuk baca artikel
AgamaBantenBeritaHukum & KriminalKejagungKejatiKorupsiNasionalPendidikan

AMAK Desak Kejagung Tangani Kasus Mandek Korupsi Dana Hibah Ponpes Jilid II di Kejati Banten: Ini Murni Tanggungjawab TAPD, BPKAD, Biro Kesra

×

AMAK Desak Kejagung Tangani Kasus Mandek Korupsi Dana Hibah Ponpes Jilid II di Kejati Banten: Ini Murni Tanggungjawab TAPD, BPKAD, Biro Kesra

Sebarkan artikel ini
Aliansi Mahasiswa Aktivis Anti Korupsi Banten (AMAK) kembali menyuarakan kegeramannya atas sejumlah laporan dugaan korupsi yang dianggap mandek di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Melalui aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (31/10/24), AMAK mendesak Kejagung turun tangan melakukan supervisi atas kinerja Kejati Banten yang, menurut mereka, 'seperti mati suri'. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)

JAKARTA, TRIBUNEPOS.COM – Aliansi Mahasiswa Aktivis Anti Korupsi Banten (AMAK) kembali menyuarakan kegeramannya atas sejumlah laporan dugaan korupsi yang dianggap mandek di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.

Melalui aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (31/10/24), AMAK mendesak Kejagung turun tangan melakukan supervisi atas kinerja Kejati Banten yang, menurut mereka, seperti ‘mati suri’.

Faisal Rizal, koordinator aksi yang juga dikenal sebagai aktivis antikorupsi, menyampaikan bahwa banyak kasus dugaan korupsi di wilayah Banten yang tidak ditindaklanjuti secara serius oleh Kejati Banten.

Dalam orasinya, Faisal membandingkan kinerja Kejati Banten yang cenderung stagnan dengan langkah-langkah progresif yang dilakukan Kejati Jawa Timur dan Kejagung, terutama dalam penanganan kasus mantan pejabat Mahkamah Agung, ZR, sesuai perintah Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi secara cepat.

“Catatan kami menunjukkan sudah ada sejumlah putusan penting, termasuk Perkara Nomor 21/Pid.sus-TPK/2021/PN.Srg yang telah sampai di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Namun, Kejati Banten belum mengambil langkah konkret untuk menuntut pertanggungjawaban dari TAPD dan BPKAD yang terlibat,” ujar Faisal tegas.

Faisal merujuk pada perkara Nomor 21/Pid.sus-TPK/2021/PN.Srg, yang sudah diputus di Pengadilan Tinggi Banten dan dikuatkan di Mahkamah Agung.

Berdasarkan putusan tersebut, pihak-pihak seperti TAPD dan BPKAD harus dimintai pertanggungjawaban.

Namun, tindakan dari Kejati Banten dinilai tidak melakukan perintah putusan Mahkamah Agung untuk memeriksa lebih mendalam (jilid II) terhadap TAPD dan BPKAD yang terlibat. Dalam hal ini ketua TAPD kala itu adalah Pj Gubernur Banten sekarang, Al Muktabar.

Tak hanya Faisal, Y Sumaryono, advokat sekaligus orator dalam aksi tersebut, juga mengkritik proses penyidikan yang janggal dalam kasus bantuan hibah untuk pesantren di Banten.

Ia menyoroti data hibah tahun anggaran 2020, di mana terdapat 172 pesantren yang tidak tercatat dalam data Emis, namun tetap menerima bantuan.

Menurutnya, hal ini adalah tanggung jawab Pemprov Banten, terutama TAPD, BPKAD, dan Biro Pemkesra.

Y Sumaryono yang juga berprofesi sebagai advokat menambahkan bahwa berdasarkan fakta persidangan, tidak ada satu pun pesantren yang mengunggah proposal dalam E-HIBAH, yang seharusnya menjadi salah satu persyaratan.

“Ini murni tanggung jawab Pemprov Banten—baik TAPD, BPKAD, Biro Pemkesra, maupun SKPD lainnya yang terlibat dalam penyaluran hibah ini.

Hal ini perlu dikaji lebih lanjut oleh para ahli hukum administrasi, hukum pidana, serta auditor independen,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa meskipun 172 pesantren tersebut belum tercatat dalam data emis, namun tidak ada satu pun yang fiktif, dan peran TAPD, BPKAD, serta Biro Pemkesra seharusnya dikejar oleh penyidik agar permasalahan ini bisa terungkap secara menyeluruh.

“Jangan hanya pesantren yang dijadikan kambing hitam. Kejelasan tanggung jawab TAPD dan BPKAD perlu dikejar untuk memastikan transparansi,” imbuh Sumaryono.

Lebih lanjut, Sumaryono menegaskan pentingnya eksaminasi publik untuk memastikan transparansi dalam putusan yang sudah ada.

“Eksaminasi publik atas putusan aquo memang mendesak untuk kita adakan. Singkat kata, fakta hukum harus dilawan dengan fakta hukum, dalil hukum harus dilawan dengan dalil hukum,” serunya.

Sumaryono menambahkan bahwa meski belum dimulai babak kedua pengusutan korupsi dana hibah ini, AMAK tetap mendesak agar Kejati Banten segera menuntaskan perkara ini guna memulihkan nama baik Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) dan pesantren-pesantren di Banten.

Jika tuntutan mereka terus diabaikan, AMAK berjanji akan menggelar aksi massa yang lebih besar serta menyelenggarakan eksaminasi publik terhadap putusan-putusan yang sudah ada.

“Kita membutuhkan fakta hukum yang berimbang. Jika Kejati Banten terus mengabaikan persoalan ini, kami, bersama pesantren dan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP), siap menggalang aksi massa yang lebih besar demi memulihkan nama baik lembaga pendidikan Islam di Banten,” tutup Sumaryono.

Tuntutan AMAK ini mencerminkan keresahan masyarakat Banten atas lambannya penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi, sekaligus menjadi sinyal bagi Kejati Banten untuk segera mengambil langkah atau menghadapi tekanan yang semakin besar. **