OGAN ILIR, TRIBUNEPOS — Publik masih menanti langkah tegas Badan Kehormatan (BK) DPRD Ogan Ilir terkait dugaan Pelanggaran Etik Anggota Komisi III. Kasus yang sempat viral ini menyeret 9 wakil rakyat yang disebut-sebut “mengemis” seragam ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mitra kerjanya.
Hingga kini, BK DPRD belum kunjung mengambil sikap tegas. Ketua BK, Sopian HM Ali, hanya menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan.
“Kita akan menelaah dan mempelajari terlebih dahulu pelanggaran yang dilakukan. Memang tidak dibenarkan hal itu dilakukan oleh anggota DPRD,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (24/9).
BK, kata Sopian, sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota Komisi III pada Senin (22/9). Namun, publik menilai proses ini terlalu lamban.
“Mungkin hari Senin nanti kita baru bisa melakukan pemeriksaan,” kata dia.
Kasus ini awalnya terungkap lewat bocornya sebuah surat resmi Komisi III DPRD Ogan Ilir. Surat bernomor 170/331/DPRD-01/2025 itu ditandatangani Ketua Komisi III, Arif Fahlevi, dan ditujukan kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Isinya, permohonan bantuan pembuatan seragam anggota dan staf komisi.
Dokumen tersebut viral di media sosial. Warganet ramai-ramai mengecam langkah anggota dewan yang dianggap tidak etis dan mencoreng wibawa lembaga.
“Malu-maluin. Bukannya kerja, malah minta baju,” tulis salah satu komentar yang banjir dukungan.
Isu pun berkembang. Sejumlah pihak disebut-sebut berupaya meredam kasus ini agar pemberitaan tak meluas. Media yang tadinya gencar memberitakan, sekarang sunyi senyap bak ditelan bumi.
Bahkan, kelompok masa yang tadinya mau gelar demontrasi pun, tak ada kabar beritanya lagi. Aneh memang?.
Kini bola ada di tangan BK DPRD Ogan Ilir. Jika berani menjatuhkan sanksi berat hingga pergantian antarwaktu (PAW), citra dewan mungkin terselamatkan.
Namun jika ragu, mungkin kasus ini akan kembali bergulir besar. Kasus ini tidak bisa dianggap sepele. Dugaan percobaan meminta dan menerima suap adalah tindak pidana korupsi.
Perbuatan 9 anggota Komisi III DPRD Ogan Ilir “mengemis” fasilitas ke Dinas PUPR ini bukan sekadar pelanggaran etik biasa, tapi sudah masuk etik berat dan tindak pidana korupsi ‘meminta suap’ dengan penyalahgunaan wewenang.
Kasus surat seragam Komisi III ini mungkin terlihat sepele. Hanya urusan baju. Tetapi di balik kain dan ukuran slim-fit itu, publik membaca tanda yang jauh lebih serius, rapuhnya integritas wakil rakyat.
Jika lembaga yang seharusnya mengawasi pemerintah justru meminta-minta fasilitas dari OPD mitra kerjanya, bagaimana mungkin ia bisa berdiri tegak mengawal kepentingan masyarakat?.
Kini, semua mata tertuju pada Badan Kehormatan DPRD Ogan Ilir. Apakah berani menegakkan etik meski harus mengorbankan kolega sendiri, atau memilih diam dan membiarkan kepercayaan publik terus terkikis?.
Pada akhirnya, bukan ukuran seragam yang dipersoalkan, melainkan ukuran moral para wakil rakyat di hadapan konstituennya.
Berikut Daftar Anggota Komisi III DPRD Ogan Ilir yang Namanya Terseret Kasus ‘Seragam’
1. Arif Pahlevi (NasDem) – L Slim
2. Safari (PDI Perjuangan) – XL Slim
3. Rani (Gerindra) – M Slim
4. Nawan (Gerindra) – XL Slim
5. Ilham (PKS) – L Slim
6. Moza (PPP) – L Slim
7. Taufik Artama (Demokrat) – XL Slim
8. Arsudin (PAN) – XXL Slim
9. H. Benny (PKB) – XXL Slim