Scroll untuk baca artikel
ArtikelBantenBeritaPendidikanSejarah

Asal Usul Bahasa Jawa Serang ‘JASENG’ Banten: Warisan Kultural yang Orang Banten Wajib Tahu!

×

Asal Usul Bahasa Jawa Serang ‘JASENG’ Banten: Warisan Kultural yang Orang Banten Wajib Tahu!

Sebarkan artikel ini
Tugu monumen Selamat Datang Kota Serang, Banten yang terletak di pertigaan tak jauh dari exit tol Serang Banten. (Dok. Tribunepos.umbaran.com/ Foto: Ist)

BANTEN, TRIBUNEPOS.COM – Provinsi Banten, yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, dikenal sebagai wilayah yang kaya akan budaya dan tradisi. Salah satu kekayaan tersebut adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya.

Secara umum, bahasa Sunda menjadi bahasa dominan di Banten, terutama di daerah selatan. Namun, ada yang menarik di bagian utara Banten, khususnya di Kota dan Kabupaten Serang.

Di sini, bahasa Jawa justru menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat setempat. Dialek ini dikenal dengan nama Jawa Serang, atau akrab disebut “Jaseng” (Jawa Serang).

Jaseng: Dialek Khas dari Tanah Jawara

Bahasa Jawa Serang atau Jaseng bukanlah sekadar varian dari bahasa Jawa. Dialek ini memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dari dialek Jawa lainnya, seperti yang digunakan di Jawa Tengah atau Jawa Timur.

Salah satu ciri khas yang paling menonjol dari Jaseng adalah pelafalan akhirannya yang berbunyi “e” (pepet).

Misalnya, dalam kata “kule” (saya), “ore” (mereka), “kite” (kita), dan “sire” (kamu).

Pelafalan ini memberikan nuansa yang berbeda dari bahasa Jawa standar, menjadikannya lebih khas dan terdengar unik.

Keunikan ini bukan hanya sekadar aspek linguistik, tetapi juga mencerminkan perjalanan sejarah dan budaya masyarakat Serang yang memiliki hubungan erat dengan perkembangan politik dan sosial di wilayah ini.

Bahasa ini tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga simbol identitas kultural yang melekat pada masyarakat Serang.

Jejak Sejarah: Dari Kasultanan Banten hingga Masyarakat Pesisir

Bahasa Jawa Serang mulai dikenal dan digunakan sejak masa kejayaan Kasultanan Banten pada abad ke-15.

Pada tahun 1526, Sultan Maulana Hasanuddin, pendiri Kasultanan Banten, memperkenalkan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan di kalangan bangsawan dan masyarakat kerajaan.

Sultan Hasanuddin, yang memiliki garis keturunan dari Cirebon, membawa serta pengaruh bahasa Jawa Pantura (pesisir utara) ke Banten.

Bahasa ini kemudian diadopsi oleh masyarakat pesisir di Serang dan sekitarnya, hingga akhirnya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Bahasa Jawa Serang juga dipengaruhi oleh budaya Cirebon yang pada masa itu memiliki hubungan yang erat dengan Kerajaan Demak.

Bahasa Jawa yang digunakan oleh Sultan Hasanuddin dan para bangsawan Banten mengandung unsur-unsur kromo alus, yaitu bahasa Jawa yang digunakan dalam komunikasi formal dan sopan.

Unsur-unsur inilah yang kemudian membentuk dialek Jawa Serang, yang meskipun terdengar berbeda dari bahasa Jawa standar, tetap membawa jejak kemegahan masa lalu.

Seiring waktu, penggunaan bahasa Jawa di Serang meluas dan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat pesisir.

Dialek ini menjadi bahasa pergaulan sehari-hari, digunakan dalam percakapan informal di pasar, di rumah, dan di berbagai kesempatan lainnya.

Meskipun sebagian besar wilayah Banten, terutama di bagian selatan, masih menggunakan bahasa Sunda, bahasa Jawa Serang tetap bertahan dan terus hidup di tengah masyarakat pesisir Serang.

Kampung Nelayan Banten Lama. (Dok. Tribunepos.umbaran.com/ Foto: Ist)

Peran Sultan Maulana Hasanuddin dalam Penyebaran Bahasa Jawa Serang

Sultan Maulana Hasanuddin adalah tokoh kunci dalam penyebaran bahasa Jawa di Banten.

Sebagai pendiri Kasultanan Banten dan putra dari Sunan Gunung Jati, ia membawa serta warisan budaya Jawa ke wilayah yang pada masa itu menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan.

Bahasa Jawa yang diperkenalkannya tidak hanya digunakan dalam lingkungan istana, tetapi juga menyebar ke kalangan masyarakat umum, terutama di wilayah pesisir Serang.

Sultan Maulana Hasanuddin memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Cirebon dan Demak, dua kerajaan besar yang berpengaruh pada perkembangan budaya dan bahasa di Jawa.

Hubungan ini tercermin dalam penggunaan bahasa Jawa di Banten, yang meskipun memiliki ciri khas lokal, tetap membawa unsur-unsur dari bahasa Jawa yang digunakan di Cirebon dan Demak.

Dalam catatan sejarah, bahasa Jawa Serang awalnya digunakan sebagai bahasa formal di lingkungan kerajaan, terutama dalam acara-acara resmi dan komunikasi dengan kerajaan-kerajaan lain di Jawa.

Namun, seiring berjalannya waktu, bahasa ini mengalami adaptasi dan modifikasi sehingga menjadi bahasa yang digunakan oleh masyarakat umum.

Dialek ini kemudian menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat pesisir Serang, yang hingga kini masih menggunakan bahasa Jawa Serang dalam percakapan mereka.

Keunikan Bahasa Jawa Serang: Akhiran “e” dan “a” yang Membentuk Identitas

Salah satu aspek paling menarik dari bahasa Jawa Serang adalah adanya dua varian pelafalan, yaitu dengan akhiran “e” dan “a”.

Pelafalan dengan akhiran “e” lebih umum digunakan di wilayah Serang, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer hingga Cipocok Jaya.

Contohnya, kata “kule” (saya), “kite” (kita), dan “sire” (kamu) yang diucapkan dengan nada yang sedikit samar, mencerminkan keunikan dialek ini.

Di sisi lain, pelafalan dengan akhiran “a” lebih mirip dengan bahasa Jawa kuno dan Banyumasan, dan lebih umum digunakan di wilayah Cikande, Kopo, hingga Pamarayan.

Kata-kata seperti “sira” (kamu), “kita” (kita), dan “ora” (tidak) sering terdengar dalam percakapan sehari-hari di wilayah ini.

Keberadaan dua varian pelafalan ini menunjukkan bahwa bahasa Jawa Serang tidak hanya berkembang secara statis, tetapi juga dinamis, menyesuaikan diri dengan kondisi geografis dan sosial masyarakatnya.

Variasi ini juga memperkaya bahasa Jawa Serang, menjadikannya lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

Bahasa Jawa Serang: Kekayaan Budaya yang Perlu Dilestarikan

Bahasa Jawa Serang atau Jaseng adalah salah satu warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Banten, khususnya di wilayah Serang.

Bahasa ini bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga simbol identitas yang mencerminkan sejarah panjang dan kekayaan budaya masyarakat pesisir Banten.

Meskipun zaman terus berubah, dan pengaruh bahasa Indonesia semakin kuat, bahasa Jawa Serang tetap bertahan dan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Melestarikan bahasa ini adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya bagi masyarakat Banten, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia.

Dengan memahami dan melestarikan bahasa Jawa Serang, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menghormati sejarah dan perjuangan leluhur yang telah membangun dan merawat kebudayaan ini selama berabad-abad.

Bahasa Jawa Serang, dengan segala keunikan dan sejarahnya, adalah harta karun budaya yang wajib dikenal dan dihargai oleh setiap orang, terutama mereka yang tinggal di tanah jawara ini.

Masyarakat Banten, khususnya generasi muda, perlu terus menggali dan mempelajari bahasa ini, agar warisan budaya ini tidak punah dan tetap hidup sebagai bagian dari identitas mereka. (*)

Ditulis oleh: Tribunepos.com disadur dari beberapa sumber.