LAKI-P45 Bakal Lapor ke Mabes Polri
TRIBUNEPOS, PALEMBANG – Laskar Anti Korupsi Pejuang 45 (LAKI-P45) tak mau tinggal diam. Setelah tiga bulan laporan dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Jaya Abadi Kontrindo tak kunjung ditindaklanjuti oleh Polda Sumsel, mereka memutuskan membawa perkara ini ke Mabes Polri di Jakarta.
Ketua DPD LAKI-P45, Ahlul, mengungkapkan bahwa laporan awal mereka telah disampaikan ke Polda Sumsel pada 17 Oktober 2024 dengan nomor: 002/LAKI-P45/X/2024. Namun, hingga kini, tidak ada perkembangan berarti.
“Sudah tiga bulan laporan kami mandek tanpa kejelasan. Karena itu, kami akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Kami ingin hukum ditegakkan, bukan sekadar formalitas,” tegas Ahlul, Senin (27/1).
Jejak Investigasi: Izin Gudang, Usaha Stone Crusher?
Berdasarkan investigasi LAKI-P45, PT Jaya Abadi Kontrindo tercatat sebagai gudang Semen Baturaja yang berlokasi di Jalan Sriwijaya Lingkar Utara, Lubuklinggau.
Namun, di lapangan, perusahaan ini diduga justru beroperasi sebagai stone crusher dan batching plant, yang diduga berjalan tanpa izin resmi.
“Perusahaan ini membeli batu dari pihak ketiga, mengolahnya menjadi material konstruksi, lalu mendistribusikannya ke berbagai proyek pemerintah dan swasta. Padahal, izinnya hanya untuk gudang semen,” beber Ahlul.
Operasionalnya disebut mencapai 100 meter kubik per hari, dengan bahan baku batu dan pasir dari dalam dan luar Lubuklinggau. Namun, legalitas bahan baku ini dipertanyakan.
Selain itu, aktivitas produksi diduga menyebabkan pencemaran lingkungan yang melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Laporan Dibiarkan Mengendap?
Lambatnya respons Polda Sumsel menimbulkan pertanyaan besar: Apakah ada tekanan tertentu? Atau permainan di balik layar untuk melindungi pihak tertentu?
LAKI-P45 menegaskan bahwa mereka tak akan berhenti. Dalam waktu dekat, mereka akan melibatkan media nasional dan kelompok masyarakat sipil untuk mengangkat kasus ini ke tingkat yang lebih luas.
“Kami ingin melihat apakah Mabes Polri berani mengusut kasus ini. Negara tidak boleh tunduk pada korporasi yang melanggar hukum dan merugikan rakyat,” tandas Ahlul.
Kasus ini menjadi ujian independensi aparat penegak hukum di Sumatera Selatan. Apakah mereka akan bertindak tegas, atau justru membiarkan dugaan kejahatan lingkungan ini menguap begitu saja?
Publik menunggu jawabannya. Sebab, jika hukum tak bisa menjerat korporasi yang diduga melanggar aturan, lalu siapa yang bisa?. **