SRAGEN, TRIBUNEPOS – Siang itu, gerbang Mapolres Sragen tak hanya ramai oleh aktivitas rutin kepolisian. Seorang emak-emak asal Desa Jetak, Kecamatan Sidoharjo, berinisial TW, datang dengan marah-marah yang terekam kamera dan disiarkan secara langsung di Facebook.
Dalam genggaman botol bekas air mineral, tersimpan pertalite—bahan bakar yang akan ia siramkan ke salah seorang anggota Provost Polres Sragen.
TW diduga masih menyimpan dendam terhadap anggota polisi tersebut, yang beberapa waktu lalu pernah menilainya sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Amarahnya bukan hanya kata-kata, ketika menghadapi Bripka Johan di depan gerbang Mapolres, ia menyiramkan BBM hingga pakaiannya basah kuyup dan mata kirinya terluka.
Johan pun harus dilarikan ke RS Mardi Lestari Sragen untuk mendapatkan perban dan menjalani rawat jalan.

Video aksi TW menjadi viral. Dalam catatan hingga pukul 16.00 WIB, video unggahan live pertama mencapai 35.000 tayangan, 14 kali dibagikan, dengan 617 like dan 206 komentar.
Ia melakukan tiga kali live, menonton 19.100 kali pada live kedua dan 9.000 kali pada live ketiga. Angka-angka itu terus bertambah seiring keterkejutannya publik.
TW datang bersama tiga anaknya—dua laki-laki dan satu perempuan—namun meninggalkan Mapolres begitu saja tanpa ada tindakan lebih lanjut dari pihak kepolisian.
Hingga Selasa (30/09/25) petang, Polres Sragen belum memberikan keterangan resmi terkait kejadian ini.
Baik Kapolres Sragen AKBP Dewiana Syamsu Indyasari maupun Kasatreskrim AKP Ardi Kurniawan belum merespons permintaan konfirmasi wartawan.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan publik, bagaimana emosi pribadi bisa menjalar ke ranah publik dengan cara yang dramatis, memanfaatkan media sosial sebagai panggung, dan meninggalkan aparat dengan konsekuensi nyata?
TW, dengan pertalite di tangan dan dendam yang tersimpan, menjadi simbol benturan antara persepsi pribadi dan kewenangan hukum.
Di tengah kemarahan yang terekam kamera, Polres Sragen kini menghadapi sorotan publik, tidak hanya soal keamanan, tetapi juga bagaimana menghadapi perilaku ekstrem yang diviralkan di media sosial. **