PALEMBANG, TRIBUNEPOS.COM – Kantor KPU Provinsi Sumatera Selatan, di Jakabaring, Palembang, berubah menjadi arena panas dalam beberapa hari terakhir.
Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang digelar di sana, dari Senin hingga Rabu, 12-14 Agustus 2024, menarik perhatian publik secara luas.
Berbagai kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menimpa penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu di berbagai daerah di Sumatera Selatan, disidangkan maraton dalam 3 (tiga) hari tersebut.
Dari belasan laporan yang masuk ke DKPP, Muara Enim salah satunya, dengan dugaan manipulasi suara yang mengguncang kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu di sana.
Setelah pada Senin, 12 Agustus 2024, Bawaslu Provinsi Sumsel menghadapi sidang terkait dugaan ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus politik uang dari caleg Partai Gerindra, perhatian beralih ke KPU dan Bawaslu Kabupaten Muara Enim pada hari kedua, Selasa, 13 Agustus 2024.
Keduanya dituduh terlibat melakukan manipulasi hasil suara dalam Pemilu 2024, yang merugikan Abrianto, calon legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Muara Enim dari Partai Hanura.
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/08/FB_IMG_1723569534794.jpg)
Dalam tuduhan yang dilayangkan ke DKPP, KPU Muara Enim, yang diketuai oleh Rohani dengan anggota Fadlin M Amien, Noprizah Pahlevi, Taufiq Qurrahman, dan Nopri Jaya, diduga telah menambahkan 100 suara tidak sah untuk salah satu calon legislatif dari Partai Hanura, Nisrin, di TPS Desa Tegal Rejo, Kecamatan Lawang Kidul.
Tuduhan ini, menurut laporan tim kuasa hukum Abrianto yang terdiri dari Mujaddid Islam, M. Jayanto, Muhammad Satrio Putra, dan Randu Yantori, berfokus pada adanya ketidakakuratan dalam berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara di beberapa TPS di Desa Tegal Rejo.
Mereka menyebut bahwa tindakan ini jelas merugikan klien mereka, yang sebenarnya layak mendapatkan kursi di DPRD Kabupaten Muara Enim.
“Di TPS 1, 2, 3, 4, dan 5 Desa Tegal Rejo, terjadi penggelembungan suara sebanyak 100 suara untuk calon nomor urut 4 dari Partai Hanura, Saudara Nisrin.
Penggelembungan ini jelas merugikan klien kami, Abrianto, yang seharusnya mendapatkan kursi di DPRD Muara Enim,” ujar Mujaddid Islam, dalam salah satu momen sidang DKPP, Selasa (13/08/24) yang dihadiri banyak pihak yang tertarik dengan kasus ini.
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/08/FB_IMG_1723569530693.jpg)
Tidak hanya KPU, Bawaslu Muara Enim yang dipimpin oleh Zainudin dan anggotanya M. Ali Akbar, Ahyaudin, Apriansyah, dan Zulfadli, juga menjadi sasaran pelaporan dugaan pelanggaran kode etik.
Mereka dituduh melakukan pembiaran terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Muara Enim.
Bawaslu Muara Enim dianggap telah membuat keputusan sepihak yang membebaskan KPU dari tuduhan manipulasi suara, meski terdapat bukti-bukti yang dinilai cukup kuat.
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/08/FB_IMG_1723569527647.jpg)
Sidang DKPP yang dipimpin oleh Muhammad Tio Aliansyah sebagai Ketua Majelis, bersama anggota majelis Elia Susilawati, H. Nurul Mubarok, dan Kurniawan, dihadiri oleh saksi-saksi dari pihak pengadu, termasuk Herman dan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Lawang Kidul, Ferry Zulkarnain.
Mereka memberikan kesaksian yang menguatkan dugaan adanya kesalahan input data dalam formulir yang diserahkan oleh PPK Lawang Kidul, serta ketidaksesuaian dalam formulir model C1 di TPS yang disebutkan.
Kesaksian ini menambah bobot tuduhan yang diarahkan kepada KPU dan Bawaslu Muara Enim.
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/08/FB_IMG_1723569546464.jpg)
Dalam pernyataannya, Mujaddid Islam menjelaskan, “Kami telah melihat adanya inkonsistensi dalam pengisian formulir model C1 di TPS-TPS yang dilaporkan.
Kesalahan ini, baik disengaja atau tidak, telah mencoreng proses demokrasi di Kabupaten Muara Enim dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.”
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/08/FB_IMG_1723569543300.jpg)
Kasus ini tidak hanya di meja DKPP. Abrianto, sebelumnya juga telah bersidang di Mahkamah Konstitusi (MK) atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Ia menuntut Pembatalan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024.
Abrianto berargumen bahwa hasil rekapitulasi suara yang dicatatkan dalam formulir pemilihan tidak sesuai dengan data asli dari TPS-TPS, yang menurutnya menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam proses penghitungan suara.
Pengamat kepemiluan lokal menilai kasus ini sebagai ujian besar bagi integritas lembaga penyelenggara pemilu di Sumatera Selatan, khususnya Muara Enim.
“Jika benar terbukti ada manipulasi dan pelanggaran etik, maka ini bukan hanya masalah etik, tetapi juga masalah hukum yang bisa mempengaruhi hasil pemilu di daerah tersebut secara keseluruhan,” ungkap Budi Setiawan, Serikat Pemantau Pemilu Sumsel (SP2S), Selasa (13/8/24).
Sidang DKPP ini diharapkan akan memberikan keputusan yang adil dan objektif, yang dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses pemilu di Kabupaten Muara Enim.
Hasil dari persidangan ini akan menjadi preseden penting, tidak hanya bagi kasus serupa di masa depan, tetapi juga bagi legitimasi hasil pemilu yang telah dilangsungkan.
Keputusan akhir DKPP yang dijadwalkan keluar dalam beberapa minggu mendatang akan sangat dinantikan, karena akan menentukan apakah KPU dan Bawaslu Muara Enim memang terlibat dalam pelanggaran etik yang dituduhkan atau tidak.
Tidak menutup kemungkinan, Abrianto dan tim hukumnya bersiap untuk membawa kasus ini ke jalur hukum. (*)
Jadilah bagian dari perjuangan Tribunepos, bangun Indonesia dengan Literasi!