Laporan: Recita Meila Zaskiah/ Tribunepos
OGAN ILIR, TRIBUNEPOS — Sebuah momentum reflektif yang hangat terjadi di SDN 1 Sungai Pinang, Ogan Ilir belum lama, deru aktivitas sekolah sejenak berhenti.
Para guru menundukkan kepala, merenung dalam diam, lalu sebuah pertanyaan menggema di ruang pertemuan, “Apakah aku mengajar karena cinta, atau sekadar menggugurkan tugas?”
Pertanyaan sederhana itu menjadi pembuka dalam Acara Observasi Kinerja Kepala Sekolah, yang dikemas tidak seperti biasanya, lebih menyerupai ruang perenungan bersama.
Acara ini dipimpin langsung oleh Novitasari, SPd, pengawas SD Kecamatan Sungai Pinang, dengan Dafiq Satria Permadi, SPd, Kepala SDN 1 Sungai Pinang, sebagai pemateri utama.
Lewat tema yang menggugah, “Guru, Sebuah Panggilan Hati atau Hanya Sebatas Profesi,” Dafiq mengajak para guru meninjau kembali makna pengabdian mereka.
“Menjadi guru bukan sekadar bekerja delapan jam sehari. Ia adalah perjalanan jiwa, tentang sabar, cinta, dan tanggung jawab moral terhadap masa depan bangsa,” ujarnya kepada Tribunepos, Jum’at (10/10/25).

Kegiatan yang berlangsung pada Rabu (08/10/25) ini menjadi bagian dari upaya sekolah meningkatkan kompetensi pendidik sekaligus memperkuat profesionalisme guru di era digital.
Namun, alih-alih membicarakan angka dan indikator kinerja, acara justru beralih menjadi ruang refleksi yang manusiawi.
Diskusi mengalir hangat. Guru-guru berbagi pengalaman tentang dinamika mengajar di tengah perubahan kurikulum dan teknologi.
Mereka diajak untuk menumbuhkan growth mindset, berani berubah, belajar ulang, dan membuka diri terhadap inovasi, tanpa kehilangan nilai kemanusiaan dalam mendidik murid.
“Guru sejati bukan hanya pengajar, tetapi juga pembelajar sepanjang hayat,” kata Dafiq.
“Kita tidak bisa berharap murid berubah jika guru berhenti belajar.” tambahnya.
Novitasari, pengawas sekolah, menilai kegiatan ini penting sebagai model pembinaan yang inspiratif.
“Observasi kinerja bukan sekadar evaluasi administrasi, tapi ruang untuk tumbuh bersama,” katanya.
Hari itu, SDN 1 Sungai Pinang berubah menjadi ruang penuh makna. Bukan sekadar sekolah, melainkan tempat para pendidik menyalakan kembali api dalam diri, api yang membuat mereka sadar, bahwa menjadi guru adalah pilihan hati, bukan sekadar profesi. **