TRIBUNEPOS — Polemik seputar keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat. Kali ini, isu mencengangkan menyeret nama Pasar Pramuka, kawasan yang dikenal sebagai pusat perdagangan obat dan alat kesehatan di Jakarta Pusat, ke dalam pusaran dugaan pemalsuan dokumen negara.
Isu ini berawal dari pernyataan politisi senior PDIP, Beathor Suryadi, yang mengklaim bahwa ijazah Jokowi dicetak ulang secara diam-diam pada tahun 2012, tepat ketika Jokowi hendak maju dalam Pilkada DKI Jakarta.
Menurut Beathor, pencetakan ulang itu dilakukan oleh tim relawan inti Jokowi yang terdiri dari nama-nama seperti David, Anggit, dan Widodo. Prosesnya disebut berlangsung rahasia di kawasan Pasar Pramuka.
Dokumen tersebut kemudian disusun buru-buru di sebuah rumah di Jalan Cikini No. 69, Menteng—markas taktis tim pemenangan kala itu.
“Andi Widjajanto (mantan Gubernur Lemhannas) adalah salah satu orang yang sempat melihat dokumen itu saat persiapan Pilpres 2014,” ungkap Beathor sebagaimana disampaikan oleh pakar hukum tata negara, Refly Harun, di kanal YouTube iNews, Rabu (18/6/2025).
Namun, Beathor menduga Andi tidak menyadari bahwa dokumen yang dilihatnya saat itu adalah hasil cetakan ulang tahun 2012 yang dipakai untuk pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI.
Yang mengejutkan, Beathor menyoroti kesamaan foto dalam berbagai ijazah Jokowi dari jenjang pendidikan berbeda.
“Seharusnya tiap ijazah punya foto yang berbeda, tapi ini justru sama semua,” ujar Beathor, sambil menantang Andi Widjajanto untuk buka suara demi meluruskan sejarah.
‘Universitas Pasar Pramuka’ Trending, Lokasi Ternyata Pernah Digerebek Polisi
Pernyataan Beathor memicu kehebohan di media sosial. Istilah “Universitas Pasar Pramuka (UPP)” pun viral, menyindir dugaan pemalsuan ijazah di kawasan tersebut.
Fakta menarik terungkap: pada Juni 2015, polisi memang pernah membongkar sindikat pencetak ijazah palsu di kawasan Salemba Raya – Pasar Pramuka, Jakarta Pusat.
Kala itu, Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti, memimpin penggerebekan dan menangkap pelaku bernama Alex. Alex diketahui mencetak ratusan ijazah palsu dari berbagai universitas ternama, bekerja sama dengan beberapa calo.
“Calonya menjual ke konsumen Rp10 juta per lembar, sementara tersangka Alex mendapat bagian Rp500 ribu,” ujar Krishna.
Dalam aksinya, sindikat ini menggunakan scanner dan printer rumahan, lalu menambahkan stiker hologram palsu agar tampak meyakinkan. Namun, tak seperti ijazah asli yang dicetak oleh Peruri, ijazah palsu itu hanya menggunakan kertas biasa.
Alex ditangkap di rumahnya di Cipayung, Jakarta Timur, pada 29 Mei 2015. Dari lokasi penggerebekan, polisi menyita perangkat komputer, printer, scanner, dan ratusan dokumen palsu. Ia dijerat dengan Pasal 263 KUHP jo UU Pendidikan No. 2 Tahun 2003.
Beathor menilai bahwa jika benar ada manipulasi dokumen, maka Universitas Gadjah Mada (UGM)—almamater Jokowi—harus bersikap secara moral. Ia juga mendorong Bareskrim Polri untuk membuka penyelidikan serius atas pengakuan tersebut.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Istana, PDIP, Andi Widjajanto, maupun UGM terkait tudingan ini. Kebenaran klaim Beathor masih jadi pertanyaan luas—namun isu ini jelas telah menghidupkan kembali kontroversi yang sempat meredup. **
Editor: Redaksi Tribunepos
Sumber: YouTube iNews, detik.com, arsip kasus Reskrimum Polda Metro Jaya 2015