TRIBUNEPOS.COM – Dalam bayangan sebagian besar masyarakat, birokrasi sering kali dipersepsikan sebagai dunia yang kaku, tertutup, dan penuh dengan berbagai rahasia yang sulit dijangkau.
Namun di tengah gambaran yang suram ini, di Sumatera Selatan, sebuah lembaga berjuang untuk memastikan bahwa transparansi bukan sekadar janji kosong. Komisi Informasi Sumatera Selatan (Sumsel) hadir sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan keterbukaan informasi publik.
Sejak dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 7 Tahun 2012, komisi ini telah menjadi saksi bisu atas dinamika yang mewarnai hubungan antara pemerintah dan masyarakat terkait akses informasi.
Lahir di tengah gelombang reformasi yang menuntut keterbukaan, Komisi Informasi Sumsel memiliki misi yang tidak mudah: menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi dari badan publik.
Dalam perjalanannya, lembaga ini menghadapi beragam tantangan, mulai dari resistensi birokrasi hingga minimnya dukungan sumber daya, baik manusia maupun anggaran.
Namun di balik semua itu, ada semangat yang tak pernah padam untuk menjadikan Sumatera Selatan sebagai provinsi yang lebih transparan dan akuntabel.
Latar Belakang dan Dasar Hukum Pembentukan
Pembentukan Komisi Informasi Sumsel bukanlah suatu kebetulan atau proyek ambisius tanpa dasar. Ia lahir dari kebutuhan yang nyata akan sebuah lembaga independen yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat dan pemerintah dalam hal akses informasi.
Peraturan Gubernur No. 7 Tahun 2012, yang menjadi dasar hukum pendirian komisi ini, merupakan refleksi dari semangat reformasi yang menuntut keterbukaan dan akuntabilitas dari semua badan publik.
Pada masa awal pembentukannya, proses seleksi komisioner Komisi Informasi Sumsel dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
Pemerintah provinsi melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari akademisi, praktisi hukum, hingga aktivis masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa orang-orang yang terpilih benar-benar memahami dan memiliki komitmen terhadap keterbukaan informasi.
Tahapan demi tahapan seleksi dijalani dengan transparan, sebuah cerminan dari nilai-nilai yang ingin diusung oleh komisi itu sendiri.
Namun, pembentukan sebuah lembaga tidak hanya berhenti pada seleksi komisioner. Ada tantangan besar yang menanti di depan, yaitu bagaimana menjalankan tugas dan fungsinya di tengah berbagai keterbatasan.
Komisi Informasi Sumsel dituntut untuk tidak hanya memberikan akses informasi, tetapi juga menyelesaikan sengketa informasi yang muncul di antara badan publik dan masyarakat.
Ini adalah tugas yang tidak mudah, terutama mengingat fakta bahwa kesadaran masyarakat akan hak mereka terhadap informasi publik masih rendah.
Menghadapi Resistensi Birokrasi dan Minimnya Pemahaman Masyarakat
Seiring berjalannya waktu, Komisi Informasi Sumsel dihadapkan pada berbagai tantangan yang tidak terduga. Salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah resistensi dari kalangan birokrasi.
Banyak pejabat publik yang masih beranggapan bahwa informasi adalah aset yang harus dijaga ketat dan tidak boleh sembarangan dibagikan kepada publik.
Pandangan semacam ini sering kali menimbulkan friksi antara Komisi Informasi dan badan-badan publik yang seharusnya menyediakan informasi kepada masyarakat.
Di sisi lain, minimnya pemahaman masyarakat mengenai hak mereka terhadap informasi publik juga menjadi kendala tersendiri.
Meski Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah disahkan, banyak warga yang masih belum menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah.
Hal ini diperparah dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh badan-badan publik, yang seharusnya berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang hak-hak mereka.
Komisi Informasi Sumsel berusaha menjawab tantangan ini dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui program-program sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak mereka terhadap informasi publik.
Namun, program-program ini sering kali terkendala oleh keterbatasan anggaran. Dengan anggaran yang terbatas, komisi harus berpikir keras bagaimana cara menjangkau masyarakat luas dengan dana yang ada.
Pijakan Baru dengan Pergub No. 77 Tahun 2016: Menjawab Tantangan Era Keterbukaan
Pada tahun 2016, sebuah langkah penting diambil oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk memperkuat pengelolaan informasi publik.
Langkah ini diwujudkan melalui dikeluarkannya Peraturan Gubernur No. 77 Tahun 2016 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Informasi Publik (PIP).
Pergub ini lahir sebagai respons atas semakin tingginya tuntutan terhadap keterbukaan informasi di era digital yang semakin berkembang.
Dalam Pergub tersebut, berbagai aspek pengelolaan informasi publik diatur secara rinci. Mulai dari prinsip-prinsip dasar pengelolaan informasi, hak dan kewajiban pihak-pihak terkait, hingga tata cara pengajuan permohonan informasi dan penyelesaian sengketa.
Pergub ini diharapkan dapat menjadi panduan yang jelas bagi badan-badan publik di Sumatera Selatan dalam mengelola informasi yang mereka miliki.
Namun, seperti halnya kebijakan lain, penerapan Pergub No. 77 Tahun 2016 juga menghadapi berbagai tantangan.
Di tingkat kabupaten dan kota, beberapa pejabat publik merasakan beban administrasi yang meningkat akibat kewajiban untuk mempersiapkan berbagai dokumen dan laporan sesuai dengan SOP yang diatur dalam Pergub tersebut.
Kekhawatiran lain yang muncul adalah bahwa keterbukaan informasi, meski penting, dapat memperlambat proses pengambilan keputusan dalam situasi-situasi tertentu yang membutuhkan kecepatan.
Di sisi lain, bagi masyarakat, keberadaan Pergub ini memberikan harapan baru.
Aktivis, jurnalis, dan masyarakat umum kini memiliki akses yang lebih mudah terhadap informasi yang sebelumnya sulit dijangkau, seperti laporan keuangan daerah, program kerja pemerintah, dan kebijakan-kebijakan strategis lainnya.
Meski demikian, tantangan tetap ada, terutama dalam hal memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah terpencil, memahami dan dapat memanfaatkan hak mereka terhadap informasi publik.
Kantor Komisi Informasi Sumsel: Simbol Komitmen Terhadap Keterbukaan
Sebagai lembaga yang bertugas menjamin keterbukaan informasi, Komisi Informasi Sumsel memiliki markas besar yang berlokasi di Jalan Kapten Anwar Sastro No. 1081, Palembang.
Gedung yang mereka tempati bukanlah bangunan mewah, tetapi sebuah gedung yang berstatus pinjam pakai dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Meski demikian, keberadaan gedung ini menjadi simbol dari komitmen pemerintah daerah terhadap transparansi dan keterbukaan informasi.
Dalam perjalanannya, gedung ini telah mengalami beberapa kali renovasi untuk memastikan bahwa fasilitas yang ada memadai untuk mendukung tugas-tugas komisi.
Renovasi pertama dilakukan pada tahun 2021, menggunakan anggaran internal Komisi Informasi Sumsel. Pada saat itu, berbagai perbaikan dilakukan, termasuk memperbaiki atap yang bocor dan mengecat ulang dinding-dinding yang mulai kusam.
Renovasi kedua dilakukan pada tahun 2022, kali ini dengan dukungan anggaran dari Dinas Perkim Provinsi Sumsel. Perbaikan yang dilakukan lebih komprehensif, mencakup perbaikan plafon, pengecatan ulang, serta penambahan fasilitas penting seperti toilet baru dan instalasi ledeng PDAM.
Dengan kondisi gedung yang lebih baik, diharapkan kinerja Komisi Informasi Sumsel dapat semakin optimal, mendukung tugas mereka dalam menjaga transparansi di Sumatera Selatan.
Struktur Organisasi: Mengoptimalkan Kinerja dengan Keterbatasan Sumber Daya
Untuk menjalankan fungsinya dengan efektif, Komisi Informasi Sumsel memiliki struktur organisasi yang dirancang dengan cermat.
Di puncak struktur ini terdapat Ketua, yang bertanggung jawab atas keseluruhan kinerja komisi. Ketua dibantu oleh Wakil Ketua, yang bersama-sama mengawasi pelaksanaan tugas-tugas komisi sehari-hari. Selain itu, ada tiga anggota lainnya yang juga memegang peran penting dalam pengawasan dan evaluasi kerja komisi.
Sekretaris, yang juga merangkap Panitera, memainkan peranan administratif yang sangat krusial. Sekretaris bertugas mengelola administrasi komisi, termasuk mengatur agenda rapat, menyimpan dokumen-dokumen penting, serta memastikan bahwa semua kegiatan komisi berjalan sesuai dengan rencana.
Selain itu, ada juga Analis Berkas Sengketa yang merangkap sebagai Panitera Pengganti, yang bertugas menelaah dan menganalisis setiap sengketa informasi yang diajukan oleh masyarakat.
Mendukung tugas-tugas tersebut, Komisi Informasi Sumsel juga memiliki tiga tenaga honorer yang berperan dalam kegiatan administratif dan operasional sehari-hari.
Meski jumlahnya terbatas, peran mereka sangat penting dalam menjaga kelancaran kerja komisi. Dari mengurus surat-menyurat hingga membantu persiapan kegiatan sosialisasi, ketiga tenaga honorer ini bekerja dengan dedikasi tinggi, meski dengan sumber daya yang serba terbatas.
Struktur organisasi yang ada memang dirancang untuk efisiensi, namun tantangan tetap ada.
Dengan anggaran yang terbatas dan sumber daya manusia yang minim, menjaga kelangsungan kinerja komisi ini tetap menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah.
Namun, semangat untuk terus berkontribusi dalam menciptakan pemerintahan yang transparan tetap menjadi motor penggerak utama.
Anggaran bagi Keberlanjutan Program Komisi Informasi
Tahun 2022 membawa kabar yang menggembirakan bagi Komisi Informasi Sumsel. Anggaran yang mereka terima mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2021, komisi ini mendapatkan anggaran sebesar Rp 1.100.000.000, jumlah yang sudah tergolong masih kecil untuk ukuran sebuah lembaga yang memiliki tanggung jawab besar.
Namun pada tahun 2022, anggaran tersebut naik menjadi Rp 1.337.500.000, sebuah kenaikan yang tentu berdampak positif pada berbagai program yang telah direncanakan.
Namun pada tahun 2023 mengalami penurunan anggaran kembali ke Rp 1.100.000.000. Penurunan anggaran ini memaksa Komisi Informasi Sumsel untuk melakukan penyesuaian.
Program-program sosialisasi yang semula direncanakan dengan skala besar harus ditunda.
Beberapa kegiatan edukasi kepada masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang keterbukaan informasi terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan.
Padahal, program-program semacam ini sangat penting dalam mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintah.
Meski demikian, semangat untuk menjaga kualitas layanan tetap menjadi prioritas utama. Komisi Informasi Sumsel terus berupaya menjalankan tugas-tugasnya dengan efisien, meski harus bekerja dengan anggaran yang lebih ketat.
Mereka sadar bahwa keterbukaan informasi bukan hanya tentang menyediakan data, tetapi juga tentang memastikan bahwa masyarakat memiliki akses yang mudah dan cepat terhadap informasi yang mereka butuhkan.
Penurunan Sengketa Informasi: Capaian atau Tanda Bahaya?
Menarik untuk dicermati bahwa pada tahun 2023, jumlah sengketa informasi yang masuk ke Komisi Informasi Sumsel mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Penurunan ini bisa diartikan sebagai pertanda positif bahwa upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem informasi publik mulai membuahkan hasil.
Namun, di sisi lain, penurunan jumlah sengketa juga bisa menjadi tanda bahwa masih banyak masyarakat yang belum menyadari atau enggan memperjuangkan hak mereka terhadap informasi publik.
Komisi Informasi Sumsel memandang penurunan ini dengan sikap waspada. Bagi mereka, meski jumlah sengketa menurun, bukan berarti transparansi telah sepenuhnya tercapai.
Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi penurunan ini, termasuk kurangnya kesadaran masyarakat atau bahkan rasa takut untuk mengajukan sengketa terhadap badan publik.
Oleh karena itu, evaluasi dan penilaian secara berkala tetap diperlukan untuk memastikan bahwa keterbukaan informasi tetap terjaga.
Komisi Informasi Sumsel juga menghadapi kendala lain terkait anggaran, terutama dalam melaksanakan program monitoring dan evaluasi (monev) serta pemeringkatan badan publik.
Program ini penting untuk mendorong badan-badan publik agar lebih transparan dan akuntabel. Namun, tanpa anggaran yang memadai, pelaksanaan program tersebut menjadi terhambat, yang tentunya akan berdampak pada upaya peningkatan keterbukaan informasi di Sumatera Selatan.
Menyongsong Masa Depan Transparansi di Bumi Sriwijaya
Di tengah berbagai tantangan yang ada, Komisi Informasi Sumsel tetap berkomitmen untuk terus maju.
Mereka menyadari bahwa masa depan transparansi di Sumatera Selatan akan sangat bergantung pada komitmen pemerintah daerah dan partisipasi aktif masyarakat dalam memanfaatkan hak mereka terhadap informasi publik.
Keberadaan Pergub No. 7 Tahun 2012 dan Pergub No. 77 Tahun 2016 menjadi pijakan penting dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih terbuka dan akuntabel di Sumatera Selatan.
Meski demikian, perjalanan menuju keterbukaan yang sesungguhnya masih panjang. Komisi Informasi Sumsel terus berusaha meningkatkan kinerja mereka, meski dihadapkan pada berbagai keterbatasan.
Mereka berharap, dengan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah daerah, baik dalam hal anggaran maupun sumber daya manusia, mereka dapat melaksanakan tugas-tugas mereka dengan lebih baik lagi di masa mendatang.
Penutup: Komitmen Terhadap Keterbukaan Informasi
Komisi Informasi Sumsel, dengan segala keterbatasannya, terus berupaya untuk menjaga transparansi dan keterbukaan informasi di Sumatera Selatan.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, sangat diperlukan untuk memastikan bahwa upaya yang dilakukan komisi ini dapat berjalan dengan efektif.
Tantangan memang besar, namun dengan komitmen yang kuat, keterbukaan informasi yang diidamkan oleh masyarakat Sumatera Selatan dapat tercapai.
Semoga, di masa mendatang, Sumatera Selatan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam hal keterbukaan informasi, demi mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. (*)
—
Penulis: Hibza Meiridha Badar, ST, SH, MH, CMed (Anggota Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan)
Jadilah bagian dari perjuangan Tribunepos, bangun Indonesia dengan Literasi!