Scroll untuk baca artikel
Berita UtamaNasionalPolitik

Laporan DKPP Kasus KPU Ogan Ilir: Sampai di Mana? Jangan-Jangan Sudah ‘Dengen’?

×

Laporan DKPP Kasus KPU Ogan Ilir: Sampai di Mana? Jangan-Jangan Sudah ‘Dengen’?

Sebarkan artikel ini
Kasus kontroversial yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Ogan Ilir telah menjadi sorotan utama dalam dinamika demokrasi lokal. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ogan Ilir menemukan bukti dugaan bahwa 50 anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan 1 orang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) terafiliasi partai politik dibuktikan dengan terdaftar di Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Hal ini mencuatkan pertanyaan serius akan integritas dan netralitas KPU Ogan Ilir dalam proses pemilukada mendatang. (Dok. Tribunepos.com)

OGAN ILIR, TRIBUNEPOS – Kasus kontroversial yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Ogan Ilir telah menjadi sorotan utama dalam dinamika demokrasi lokal. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ogan Ilir menemukan bukti dugaan bahwa 50 anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan 1 orang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) terafiliasi partai politik dibuktikan dengan terdaftar di Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Hal ini mencuatkan pertanyaan serius akan integritas dan netralitas KPU Ogan Ilir dalam proses pemilukada mendatang.

Kasus ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan akan kualitas penyelenggaraan pemilu dan pemilukada lokal, tetapi juga menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap proses seleksi dan integritas pihak-pihak yang terlibat.

Langkah tegas Bawaslu Ogan Ilir untuk merekomendasikan kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah langkah yang tepat dalam menegakkan aturan dan menjaga integritas penyelenggaraan pemilu.

Masyarakat berharap bahwa DKPP akan bertindak adil dan memastikan bahwa setiap pelanggaran kode etik akan mendapatkan sanksi yang setimpal.

Namun hal ini harus diikuti dengan tindakan konkret dari DKPP untuk memastikan bahwa pelanggaran ini tidak terulang di masa mendatang.

KPU Ogan Ilir, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas proses pemilihan, harus mengambil tanggung jawab penuh atas kesalahan yang terjadi. Ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga soal kepercayaan publik dan integritas demokrasi yang harus dijaga dengan penuh kehati-hatian.

Masyarakat Ogan Ilir, seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, berhak mendapatkan proses pemilu dan pemilukada yang bersih, adil, dan jujur. Integritas demokrasi tidak boleh dipertaruhkan oleh kesalahan-kesalahan akibat ketidakcermatan KPU Ogan Ilir dalam melaksanakan tugas sebagai penyelenggara pemilu dan pemilukada.

Kejadian ini tidak hanya bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu dan pemilukada, tetapi juga mempertanyakan kompetensi serta profesionalisme KPU Ogan Ilir dalam menjalankan tugasnya.

Tanggapan yang positif dari berbagai pihak terhadap langkah Bawaslu yang berani mengeluarkan keputusan bahwa KPU Ogan Ilir terbukti melanggar kode etik dan administrasi, menunjukkan bahwa masyarakat masih memegang teguh harapan akan tegaknya hukum dan keadilan.

Proses di DKPP

Masyarakat Ogan Ilir tengah bertanya-tanya mengenai progres laporan yang diajukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ogan Ilir. Kasus ini mencuat setelah Bawaslu Ogan Ilir menetapkan bahwa KPU Ogan Ilir meloloskan 50 Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan 1 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang terdaftar di Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL).

Pada 4 Juni 2024, Bawaslu Ogan Ilir menyatakan bahwa KPU Ogan Ilir melanggar kode etik dan administrasi. Langkah selanjutnya, pada 15 Juni 2024, Bawaslu melaporkan kasus tersebut ke DKPP melalui jalur online.

Berdasarkan penelusuran di DKPP di Jakarta, pelaporan atau pengaduan yang dilakukan Bawaslu Ogan Ilir terhadap KPU Ogan Ilir sudah diterima DKPP. Tinggal menunggu hasil verifikasi administrasi maupun materiil. Selanjutnya masuk ke jadwal resmi sidangnya saja.

Ancaman Etik dan Pidana

Menurut M. Taqwa, salah satu pelapor, dari lima komisioner KPU Ogan Ilir, tiga orang yang paling harus bertanggung jawab adalah Ketua Pokja Rekrutmen PPS merangkap Kordiv SDM, Arbain; Ketua KPU Masjidah; dan Kordiv Hukum Rusdi Daduk.

Pelanggaran ini dianggap memiliki dampak hukum serius. Komisioner KPU Ogan Ilir tidak hanya terancam sanksi Pergantian Antar Waktu (PAW) akibat pelanggaran kode etik dan administrasi, tetapi juga menghadapi dugaan pelanggaran pidana penyalahgunaan wewenang (Abuse of power)

“Bawaslu melaporkan kasus ini ke DKPP karena pelanggaran kode etik, sementara kami akan melaporkan penyalahgunaan wewenang,” ujar M. Taqwa.

Apresiasi untuk Bawaslu

Langkah tegas Bawaslu Ogan Ilir mendapat apresiasi dari berbagai kalangan masyarakat. Kelompok Aliansi Aktivis Penyelamat Demokrasi Ogan Ilir, melalui koordinator Edison Wahidin, menyatakan dukungannya terhadap tindakan Bawaslu.

“Kita sangat mengapresiasi kinerja Bawaslu Ogan Ilir yang mendalami kasus ini. Ini adalah pelanggaran serius yang dilakukan KPU Ogan Ilir sepanjang sejarah,” ungkapnya.

Aktivis advokat dari LBH Harapan Rakyat Sumsel, Amrillah, S.Sy, MH, juga memberikan apresiasi tinggi terhadap kinerja Bawaslu.

“Temuan ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas untuk menjaga demokrasi Pilkada yang sehat, netral, jujur, dan adil,” ujarnya.

Ini ‘Kebodohan’ KPU bukan saja Kelalaian

Atas temuan yang spektakuler ini, KPU Ogan Ilir dalam seleksi PPS dan PPK ini sungguh tak termaafkan. Ini adalah pukulan telak terhadap kredibilitas dan profesionalisme KPU.

“Ini bukan hanya soal kelalaian, tetapi juga soal integritas dan netralitas proses demokrasi Pilkada di Ogan Ilir. KPU harus bertanggung jawab atas kesalahan fatal ini,” tegas seorang aktivis pemilu dan pilkada di Ogan Ilir, M. Taqwa, Selasa (4/6/24) lalu.

Menurut Taqwa, ini jelas menunjukkan ada pelanggaran serius dalam proses seleksi PPS yang dilakukan oleh KPU Ogan Ilir.
KPU dianggap lalai dalam melaksanakan tugasnya, dengan beberapa pihak menuding KPU tidak bekerja dengan profesional.

Kelalaian KPU ini tidak hanya menunjukkan ketidakprofesionalan, tetapi juga membuka dugaan adanya unsur kesengajaan atau kebodohan yang luar biasa dan tidak dapat diterima dengan akal sehat.

“Kalau 1 atau 2 orang saja, bisa dikatakan lalai. Tapi kalau sampai 50 PPS dan 1 PPK yang lulus ternyata masih terdaftar di SIPOL, itu namanya kebodohan alias KPU tidak bekerja benar dalam melakukan verifikasi administrasi dan dokumen peserta calon PPS,” tegasnya.

“KPU juga tidak melakukan cek dan ricek dokumen persyaratan peserta, apakah terdaftar di SIPOL atau tidak. KPU tidak bekerja dengan hati-hati alias KPU sembrono atau main-main saja kerjanya,” ucapnya.

Beberapa pihak bahkan berharap KPU Ogan Ilir diberhentikan dengan tidak hormat (PAW) akibat kelalaian besar ini.

Dengan langkah-langkah tegas mendisiplinkan KPU Ogan Ilir yang telah diambil oleh Bawaslu, masyarakat Ogan Ilir berharap bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) di masa mendatang akan berjalan lebih transparan dan berintegritas, sehingga hasilnya dapat mencerminkan kehendak rakyat secara adil dan demokratis. **