Scroll untuk baca artikel
BantenBawasluBeritaPilkadaPolitik

LBH BAPERA Banten Laporkan Ketua Bawaslu Kota Tangerang ke DKPP, Terkait Kasus Nana Supiana

×

LBH BAPERA Banten Laporkan Ketua Bawaslu Kota Tangerang ke DKPP, Terkait Kasus Nana Supiana

Sebarkan artikel ini
Faisal Rizal, Ketua LBH Bapera Banten (kiri dari foto) bersama Y. Sumaryono, anggota Tim LBH Bapera Banten (kakan dari foto), saat melaporkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang, Komarulloh, ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2024. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)

BANTEN, TRIBUNEPOS.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Barisan Pemuda Nusantara (BAPERA) Banten resmi melaporkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang, Komarulloh, ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa, 15 Oktober 2024.

Langkah ini diambil setelah adanya dugaan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang oleh Komarulloh dalam menjalankan tugas pengawasan pemilu.

Faisal Rizal, Ketua LBH BAPERA Banten, dalam keterangannya menegaskan bahwa pihaknya meminta DKPP untuk segera menyelidiki kasus ini dan memberhentikan Komarulloh jika terbukti bersalah.

“Kami berharap DKPP bersikap tegas, jika terbukti melanggar, maka yang bersangkutan harus segera dicopot,” ujar Faisal.

Kasus ini mencuat setelah Komarulloh diduga mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan terkait Nana Supiana, Penjabat Wali Kota Cilegon yang juga Kepala BKD Provinsi Banten.

Dalam beberapa wawancara media, Komarulloh menyebut Nana Supiana terlibat pelanggaran kode etik ASN, yang menurut LBH BAPERA Banten, merusak citra klien mereka.

“Ada upaya pembentukan opini yang tidak benar terhadap klien kami. Pernyataan-pernyataan itu mencederai integritasnya sebagai pejabat publik,” lanjut Faisal.

Pihaknya juga menegaskan bahwa bukti-bukti terkait kasus ini telah diserahkan ke DKPP dan saat ini dalam tahap telaah.

Tidak hanya itu, Y. Sumaryono, anggota Tim LBH BAPERA Banten, menyebutkan bahwa laporan mereka diterima dengan baik oleh DKPP.

“Proses administrasi sedang berjalan. Kami optimistis kasus ini segera masuk ke tahap persidangan,” ujarnya.

Kasus ini menjadi perhatian luas, mengingat peran vital Bawaslu sebagai pengawas pemilu. Penyalahgunaan wewenang, terutama oleh seorang ketua Bawaslu, akan menjadi preseden buruk bagi integritas pemilu yang adil dan bebas dari intervensi.

Laporan Serupa Sebelumnya

Ini bukan kali pertama Bawaslu Kota Tangerang dihadapkan dengan masalah etik. Pada 13 Juni 2024, DKPP menggelar sidang terkait dugaan ketidakprofesionalan Ketua dan Anggota Bawaslu Kota Tangerang dalam menangani laporan netralitas pejabat publik.

Kasus ini melibatkan Pj. Gubernur Banten, Al Muktabar, yang dilaporkan karena unggahan foto dengan pose satu jari di Instagram Kadin Banten pada September 2023.

Menurut pengadu, Moch. Ojat Sudrajat, laporan tersebut mengandung banyak kejanggalan, termasuk waktu unggahan yang terjadi jauh sebelum pengundian nomor urut calon presiden.

Para anggota Bawaslu Kota Tangerang yang menjadi teradu dinilai melanggar aturan karena tetap melanjutkan laporan tersebut, meski secara materiil tidak memenuhi syarat.

“Seharusnya laporan itu tidak diregistrasi, namun faktanya justru diterima dan diproses,” ujar Ojat.

Dalam persidangan tersebut, Ketua dan anggota Bawaslu Kota Tangerang berdalih bahwa tindakan mereka sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Sebelumnya, Faisal Riza yang juga Wakil ketua Bidang Hukum dan HAM BAPERA Banten, dengan tegas menyuarakan ketidakpuasan terhadap kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang.

Menurutnya, tindakan yang diambil Bawaslu berpotensi mencederai netralitas penyelenggara pemilu dalam Pilkada 2024.

“Bawaslu Kota Tangerang seharusnya bersikap netral dan profesional. Namun, keputusan yang mereka keluarkan terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN bisa saja dianggap sebagai upaya yang merugikan pasangan calon Andra Soni – Achmad Dimyati,” ujar Faisal didampingi tim LBH BAPERA Banten, kepada sejumlah media, Senin (30/9/24).

Pernyataan ini muncul setelah Bawaslu Kota Tangerang mengeluarkan putusan terkait keterlibatan Nana Supiana, Penjabat Wali Kota Cilegon yang juga Kepala BKD Provinsi Banten dalam acara deklarasi salah satu pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, sebelum tahapan resmi pendaftaran dan penetapan pasangan calon dimulai.

“Keputusan Bawaslu ini jelas prematur. Bagaimana bisa mereka mengusut dugaan pelanggaran sebelum tahapan pemilu resmi dimulai?. ASN yang diduga melanggar tersebut hadir dalam acara yang ternyata bagian dari rangkaian HUT RI ke-79, bukan acara kampanye. Jika ada deklarasi, ASN tersebut tidak mengetahuinya. Jadi, putusan BAWASLU terkesan dipaksakan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Faisal Rizal menjelaskan bahwa jika memang ada dugaan pelanggaran netralitas ASN, investigasi seharusnya dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN), bukan oleh Bawaslu Kota Tangerang.

Hal ini menurutnya menjadi alasan kuat untuk mempertanyakan kompetensi dan netralitas lembaga tersebut.

Dalam konteks ini, Faisal menilai Bawaslu Kota Tangerang berpotensi melakukan pelanggaran yang lebih serius dengan menyudutkan Nana Supiana, Penjabat Wali Kota Cilegon yang juga Kepala BKD Provinsi Banten.

Tindakan Bawaslu dianggap tidak hanya berdampak negatif pada proses Pilkada yang seharusnya adil dan netral, tetapi juga dapat berujung pada pencemaran nama baik orang.

Terpisah, pengamat politik sekaligus Wakil Rektor III Universitas Bina Bangsa (UNIBA) Banten, Dr. Budi Ilham Maliki, mengkritik keras keputusan Bawaslu Kota Tangerang terkait dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pilkada Banten 2024.

Sebagai Wakil Ketua Bidang SDM BAPERA Banten, Budi menilai langkah Bawaslu Kota Tangerang justru mencederai netralitas lembaga tersebut.

Keputusan Bawaslu yang menyatakan adanya oknum ASN yakni Nana Supiana, Penjabat Wali Kota Cilegon yang juga Kepala BKD Provinsi Banten diduga terlibat dalam deklarasi pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten sebelum tahapan resmi pemilu dimulai, menurut Budi, menunjukkan ketidakprofesionalan.

“Bagaimana bisa Bawaslu Kota Tangerang menggelar perkara dugaan pelanggaran netralitas ASN, padahal tahapan pemilu belum dimulai?

Dalam Undang-Undang Pemilu jelas disebutkan bahwa tugas Bawaslu adalah mengawasi tahapan pemilu, bukan sebelum itu,” tegas Budi saat dihubungi pada Jumat (27/9/24).

Budi juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa keputusan Bawaslu berpotensi juga merugikan salah satu pasangan calon, yakni Andra Soni dan Achmad Dimyati Natakusumah.

Ia menyebut bahwa keputusan ini bisa digugat, terutama karena Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten hadir dalam acara tersebut hanya sebagai penerima penghargaan dalam peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-79.

“Deklarasi itu dilakukan pada 17 Agustus 2024, jauh sebelum tahapan pendaftaran pasangan calon dibuka. Ini aneh, kenapa Bawaslu memperkarakan sesuatu yang terjadi di luar tahapan resmi?” tambahnya.

Budi menilai sikap Bawaslu Kota Tangerang perlu dipertanyakan. Jika lembaga pengawas pemilu ini tidak hati-hati, ada kemungkinan bahwa langkah ini dianggap sebagai bagian dari manuver politik yang dapat mencoreng netralitas mereka.

“Jangan sampai Bawaslu Kota Tangerang terjebak dalam kepentingan politik untuk menyudutkan salah satu pasangan calon. Ini bisa mencederai integritas Pilkada Banten 2024,” ujarnya.

Menurutnya, tindakan Bawaslu Kota Tangerang bisa dianggap merugikan paslon Andra Soni – Achmad Dimyati dan bahkan bisa masuk dalam dugaan pencemaran nama baik.

Lebih lanjut, Budi menekankan bahwa keputusan Bawaslu Kota Tangerang yang dinilai tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku ini memang memicu polemik.

Ketua Bawaslu Kota Tangerang, Komarulloh, menyatakan bahwa Kepala BKD Banten terbukti melanggar kode etik ASN dalam Pilkada Banten 2024.

Namun, pernyataan tersebut dipandang lemah karena dukungan Kepala BKD dalam acara tersebut tidak disampaikan secara resmi, baik lisan maupun tulisan.

Apalagi, deklarasi terjadi sebelum tahapan Pilkada dimulai, sehingga keputusan Bawaslu dianggap janggal.

Kasus ini terus mengundang pertanyaan publik mengenai profesionalitas dan independensi lembaga pengawas pemilu di tingkat daerah.

Kasus pelaporan terhadap Ketua Bawaslu Kota Tangerang kembali memantik diskusi publik terkait integritas pemilu.

DKPP diharapkan dapat memproses kasus ini secara adil dan transparan, untuk memastikan setiap pelanggaran kode etik tidak terulang.

Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu bisa tergerus di tengah suhu politik yang terus memanas menjelang Pemilu 2024.

Bagi LBH Bapera Banten, upaya ini bukan hanya soal membersihkan nama klien mereka, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menjaga netralitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.

“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” tegas Faisal.

Keputusan DKPP nantinya akan menjadi tolok ukur penting bagi masa depan penyelenggaraan pemilu yang adil dan demokratis di Indonesia. **