Scroll untuk baca artikel
BantenBeritaKampusNasionalPendidikan

Mahasiswa Ushuluddin Ciputat Keluarkan 11 Tuntutan, Dari Pengadilan HAM Berat hingga Tolak Aparat Masuk Kampus

×

Mahasiswa Ushuluddin Ciputat Keluarkan 11 Tuntutan, Dari Pengadilan HAM Berat hingga Tolak Aparat Masuk Kampus

Sebarkan artikel ini
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta usai menggelar mimbar bebas, Jumat (29/8/25). (Foto: Tribunepos) 
Laporan Jurnalis: Fadila Sangkut/ Tribunepos

JAKARTA, TRIBUNEPOS Suasana di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (29/8/25) siang itu, bergemuruh oleh lantang sorakan mahasiswa. Dalam rangkaian Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) Humanistik 2025, mereka menggelar Mimbar Bebas bertajuk ‘Konsistensi Melawan Lupa, Peran Mahasiswa dalam Menjaga Demokrasi dan HAM’. 

“Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Hidup Perempuan yang Melawan! Hidup Korban!” seru Ketua Pelaksana, Ahmad Zulkhari Akram, membuka acara.

Pekikan itu disambut riuh oleh ratusan mahasiswa yang hadir, menegaskan sikap mereka, menolak tunduk pada kebungkaman.

Mimbar bebas tersebut menghadirkan Maria Catarina Sumarsih, inisiator Aksi Kamisan, serta akademisi Qushtan Abqary Hisan Firdaus, M.A.

Keduanya menyoroti urgensi melawan lupa di tengah situasi demokrasi yang dinilai kian tergerus.

“Represi terhadap kebebasan berekspresi bukan sekadar cacat demokrasi, melainkan ancaman serius bagi masa depan bangsa,” ujar salah satu pembicara.

Data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) periode Juli 2024 – Juni 2025 turut dipaparkan.

Tercatat 602 peristiwa kekerasan oleh kepolisian, termasuk 411 kasus penembakan dan 44 salah tangkap, dengan total 1.020 korban.

“Angka-angka ini bukan sekadar statistik, tapi wajah luka bangsa—mahasiswa, jurnalis, paramedis, petani, masyarakat sipil, hingga aktivis,” kata Akram.

Dalam forum itu, mahasiswa Ushuluddin menyatakan tiga sikap tegas, pertama, pemerintah hari ini tak berbeda dengan rezim sebelumnya.

Kedua, keadilan lahir dari keberanian rakyat, bukan belas kasihan penguasa, dan ketiga, rekonsiliasi hanya mungkin jika pelaku pelanggaran diadili tanpa kompromi.

Selain itu, mereka merumuskan 11 tuntutan. Di antaranya, mengadili pelaku pelanggaran HAM berat, menghentikan impunitas, mengakhiri tindakan represif aparat, menolak revisi UU Polri dan TNI yang dinilai membungkam kebebasan, serta menolak aparat masuk ke lingkungan kampus.

“Di tengah gelombang perlawanan yang kian membesar, mahasiswa mendesak Presiden segera bersikap—berpihak pada rakyat—atau membiarkan sejarah mencatatnya sebagai bagian dari penguasa yang menutup mata,” tegas Akram.

Acara ditutup dengan pekikan yang kembali menggema “Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Hidup Perempuan yang Melawan! Hidup Korban!” Mimbar bebas itu menjadi penegasan sikap mahasiswa, konsisten melawan represi dan menjaga api demokrasi tetap menyala. **