Scroll untuk baca artikel
BawasluBeritaKPUOgan IlirPilkadaPolitik

Menakar Hubungan KPU-Bawaslu Ogan Ilir Kian Menegang: Dari Perlakuan Tak Adil Mobil Dinas Pajero, Hingga ‘Menepis Tangan’

×

Menakar Hubungan KPU-Bawaslu Ogan Ilir Kian Menegang: Dari Perlakuan Tak Adil Mobil Dinas Pajero, Hingga ‘Menepis Tangan’

Sebarkan artikel ini
Ogan Ilir: Ketua KPU Masjidah dan Ketua Bawaslu Dewi Alhikmawati. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)

OGAN ILIR, TRIBUNEPOS.COM — Ada rasa bahagia ‘sumringah’, ada yang seakan bahagia, tampak dari wajah dua petinggi lembaga penyelenggara pemilu di Kabupaten Ogan Ilir.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ogan Ilir, bisa senyum lebar, menaiki mobil dinas mewah Mitsubishi Pajero.

Di sisi lain, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ogan Ilir hanya bisa berharap, Pemkab Ogan Ilir memenuhi janji mereka untuk memberikan bantuan pinjaman mobil dinas yang mampir ke kantornya. Sampai hari ini tinggal lah janji belaka.

Mobil Pajero yang diberikan kepada KPU Ogan Ilir tersebut menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Pasalnya, di tengah persiapan pilkada yang kian memanas, perbedaan perlakuan dari Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir terhadap kedua lembaga ini terlihat mencolok.

Sumber dari lingkaran dalam pemerintahan menyebutkan, mobil Pajero tersebut diberikan sebagai bentuk dukungan Pemkab Ogan Ilir terhadap tugas berat yang diemban KPU dalam menyelenggarakan pemilu.

Namun, tak sedikit yang bertanya-tanya, mengapa Bawaslu, yang juga memegang peran penting dalam menjaga netralitas dan kejujuran pemilu, tak mendapat fasilitas serupa.

“Jelas ini perlakuan yang tidak adil” ucap Taqwa, Ketua Gemas KKN Ogan Ilir.

“Bawaslu itu garda terakhir dalam memastikan pemilu berjalan sesuai aturan. Tapi kalau mereka tidak diperlakukan sama, apa pesan yang ingin disampaikan Pemkab?” tegasnya.

Ketidakpuasan di kalangan Bawaslu Ogan Ilir pun semakin mengemuka.

Beberapa pihak di dalam lembaga tersebut merasa diabaikan dan tidak dianggap penting, meski peran mereka sama krusialnya dengan KPU.

Sementara itu, masyarakat pun ikut bertanya-tanya. Apakah ini murni kebijakan Pemkab yang kurang bijak, atau ada faktor lain yang bermain di belakang layar?

Yang pasti, ketimpangan ini menambah panas suhu politik di Ogan Ilir menjelang pesta demokrasi yang tinggal menghitung bulan.

Kini, bola panas ada di tangan Pemkab Ogan Ilir. Warga menanti penjelasan, apakah perbedaan ini sekadar kebetulan atau memang ada maksud tertentu di baliknya.

Apa pun jawabannya, satu hal yang pasti: ketua KPU sudah nyaman di balik kemudi mobil mewah Pajero, sementara ketua Bawaslu hanya bisa bertanya, kenapa?.

Dengan ketegangan yang terus membara antara KPU dan Bawaslu Ogan Ilir, hubungan kedua lembaga ini tampaknya semakin memanas.

Ketidakseimbangan dalam perlakuan yang diberikan oleh Pemkab Ogan Ilir, terutama setelah pemberian mobil dinas Pajero kepada KPU, semakin memperburuk situasi.

Saling sindir dan ketidakpuasan pun mulai menyeruak, menciptakan atmosfer yang jauh dari harmonis di antara dua lembaga yang seharusnya bekerja sama dalam menjaga kelancaran dan integritas pilkada.

Ketegangan antara KPU dan Bawaslu Ogan Ilir semakin jelas terlihat dalam beberapa insiden, salah satunya ketika Ketua Bawaslu diabaikan oleh Ketua KPU saat hendak berjabat tangan di Mapolres Ogan Ilir beberapa waktu lalu.

“Tangan ketua Bawaslu ditepis oleh ketua KPU,” ucap salah seorang PKD yang enggan disebut namanya.

Kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa hubungan antara kedua lembaga ini tengah berada di titik yang sangat tegang, menciptakan suasana yang tidak kondusif di tengah persiapan pilkada.

Ketegangan antara KPU dan Bawaslu Ogan Ilir semakin mendalam setelah Bawaslu menetapkan bahwa KPU telah melanggar kode etik dan administrasi terkait keputusan meloloskan 51 anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dianggap bermasalah.

Menurut Bawaslu, keputusan KPU tersebut tidak sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku, yang menyebabkan konflik antara kedua lembaga.

Ketidakpuasan KPU terhadap putusan Bawaslu semakin meningkat, memperburuk hubungan yang sudah memanas.

Konflik ini mencerminkan kompleksitas dinamika dalam penyelenggaraan pemilu di Ogan Ilir.

Sebagai akibat dari ketegangan ini, Bawaslu melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang menandakan bahwa perselisihan ini kini masuk ke ranah yang lebih tinggi dalam struktur penyelenggaraan pemilu.

Usulan Koin untuk Bawaslu

Di tengah ketegangan yang memanas antara KPU dan Bawaslu Ogan Ilir, muncul inisiatif pengumpulan koin untuk mendukung Bawaslu.

Gerakan “Koin untuk Bawaslu” ini diinisiasi oleh Yayan Joker, seorang aktivis dari Ogan Ilir.

Kegiatan ini berangkat dari ketidakpuasan terhadap perlakuan dan fasilitas yang diterima oleh Bawaslu dibandingkan dengan KPU.

Ketidakadilan perlakuan terhadap Bawaslu dibandingkan dengan KPU memicu lahirnya gerakan “Koin untuk Bawaslu” di Ogan Ilir ini.

Gerakan ini dilatarbelakangi oleh pemberian mobil dinas Pajero kepada KPU, sementara Bawaslu tidak mendapatkan fasilitas pinjaman, -boro-boro mau dipinjamkan mobil dinas mewah Pajero seperti KPU oleh Pemkab.

“Gerakan ini merupakan bentuk solidaritas kami terhadap Bawaslu yang selama ini diperlakukan tidak adil,” ucap Yayan.

Pengumpulan koin ini dilakukan secara langsung di berbagai lokasi di Ogan Ilir, serta melalui kampanye online di berbagai flat form media sosial untuk menarik perhatian lebih banyak orang.

Para pendukung berharap, melalui gerakan ini, mereka bisa memberikan dukungan moral dan finansial yang dibutuhkan Bawaslu, serta menekan Pemerintah Kabupaten untuk memperbaiki perlakuan yang tidak adil ini.

Medi Irawan. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)

Bawaslu Diremehkan?

Medi Irawan, mantan Komisioner Panwaslu Ogan Ilir menilai bahwa Bawaslu Ogan Ilir secara tidak sadar telah dilecehkan, baik dalam hal individu anggotanya maupun sebagai lembaga.

Menurutnya, anggota Bawaslu sering kali diremehkan dan dianggap berada di bawah standar pejabat lembaga rivalnya, khususnya dalam hal keintelektualan, meskipun tidak jelas intelektual seperti apa yang dimaksud.

Sikap menepis tangan yang terjadi antara Ketua KPU dan Ketua Bawaslu merupakan contoh nyata dari perlakuan yang dianggap meremehkan.

Selain itu, Medi Irawan juga mengkritik sikap KPU yang sering kali tidak memenuhi undangan resmi dari Bawaslu, meskipun undangan tersebut dikirim atas nama lembaga.

Medi Irawan menilai ketidakhadiran KPU dalam acara Bawaslu sebagai tindakan yang tidak profesional, tidak menghargai dan merendahkan.

Dengan tidak memenuhi undangan resmi dari Bawaslu, KPU dianggap menunjukkan sikap acuh tak acuh dan kurang menghargai Bawaslu.

Tindakan ini, menurutnya, mencerminkan perlakuan yang meremehkan baik terhadap individu anggota Bawaslu maupun terhadap lembaga itu sendiri. (*)

 

Jadilah bagian dari perjuangan Tribunepos, bangun Indonesia dengan Literasi!