Scroll untuk baca artikel
BeritaEkonomiNasionalPolitikSumsel

Mencari Jalan Tengah, Prabowo dan Kebijakan Ekonomi di Tengah Negara Kurang Duit

×

Mencari Jalan Tengah, Prabowo dan Kebijakan Ekonomi di Tengah Negara Kurang Duit

Sebarkan artikel ini
Mencari Jalan Tengah, Prabowo dan Kebijakan Ekonomi di Tengah Negara Kurang Duit. -Ilustrasi Tribunepos.umbaran.com

TRIBUNEPOS.COM – Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menghadapi tantangan berat dalam menjaga stabilitas keuangan negara. Indikasi kekurangan dana terlihat dari berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, termasuk rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025.

Eks Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago, menyebut langkah ini sebagai sinyal bahwa pemerintah sedang berupaya keras menambah penerimaan negara.

“Kalau sedang membahas sumber uang, berarti pemerintah kurang dana,” kata Andrinof, Kamis (5/12/2024).

Selain menaikkan pajak, pemerintah juga mengandalkan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebagai sumber pembiayaan. Namun, Andrinof menilai langkah ini seharusnya bukan menjadi satu-satunya opsi.

“Ada sumber lain yang menjadi hak negara, seperti bagi hasil sumber daya alam (SDA), yang bisa dioptimalkan,” ujarnya.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyoroti penghematan yang dilakukan pemerintah pada sejumlah program sosial, termasuk Program Makan Bergizi (MBG).

Program yang awalnya dirancang untuk dua kali sehari kini diubah menjadi satu kali, dengan jumlah penerima manfaat dikurangi dari rencana awal 82 juta orang menjadi hanya 40 persen. Anggaran per porsi juga turun dari Rp15.000 menjadi Rp10.000.

“Penyesuaian ini menekan anggaran MBG dari Rp450 triliun menjadi Rp71 triliun, atau hanya sekitar 2 persen dari total APBN 2025 yang mencapai Rp3.600 triliun. Meski berat, langkah ini cukup realistis dan menunjukkan keseriusan Prabowo dalam memenuhi janji kampanye,” kata Anthony.

Anthony juga membandingkan kebijakan Prabowo dengan pemerintahan Presiden Jokowi, yang menurutnya gagal memenuhi banyak janji kampanye, termasuk pemberantasan korupsi.

“Di era Jokowi, KPK dilemahkan, independensinya diabaikan, dan institusi hukum sering digunakan untuk kepentingan politik,” ujarnya.

Kebijakan penghematan ini menuai beragam reaksi. Di satu sisi, ada apresiasi atas upaya pemerintah menyesuaikan pengeluaran dengan kondisi keuangan negara. Di sisi lain, kritik muncul terkait dampaknya terhadap masyarakat, terutama kelompok rentan.

Keberhasilan pemerintahan Prabowo dalam menghadapi tantangan ini akan sangat menentukan kredibilitasnya di mata publik. **