OPINI POLITIK
Oleh: Afriantoni (Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan Pemerhati Politik)
DALAM mengamati dinamika politik yang semakin dekat dengan masa pendaftaran calon di Sumatera Selatan, ada beberapa hal yang menggelitik terkait perkembangan terkini yang dapat dijadikan beberapa catatan penting bagi para pengambil kebijakan di level elit partai politik.
Catatan Pertama, yaitu berkembangnya isu HDCU telah menjadi sorotan publik dan digambarkan sebagai “musuh bersama.” Pertanyaan utama yang muncul adalah apakah hal ini benar adanya atau hanya persepsi yang dibentuk oleh opini publik.
Fenomena ini membawa keuntungan bagi bakal calon pasangan Hapal, yang dipandang tidak terlibat dalam konflik kepentingan antar kedua pehatana.
Keuntungan politik ini dapat dimanfaatkan melalui dukungan tokoh masyarakat, finansial, dan isu-isu publik yang menguntungkan pasangan Hapal.
Dengan memposisikan diri di luar konflik, pasangan Hapal bisa menarik simpati dan dukungan luas dari masyarakat yang menginginkan stabilitas dan kebijakan yang jelas.
Catatan Kedua, dalam sejarah pilkada langsung di Sumsel, pasangan calon yang menggandeng perempuan belum pernah memenangkan pemilihan.
Melihat faktor ini, Bacagub Mawardi harus mempertimbangkan strategi alternatif untuk meningkatkan peluang kemenangan, seperti menggandeng mantan kepala daerah yang berpengaruh untuk memperkuat dukungan partai.
Namun, mantan kepala daerah miliki akses menyeluruh, basis massa, jalur elit parpol, pengaruh di Sumsel, biaya, dan kekuatan lobby dalam berbagai aspeknya.
Jika Partai Golkar memberikan dukungannya kepada pasangan Hapal, maka bakal cagub Mawardi dapat mempertimbangkan dukungan dari PAN dengan mengajak tokoh-tokoh seperti Joncik Muhammad atau Iskandar, atau bahkan tokoh-tokoh lain seperti Devi Suhartoni (PDIP) atau SN Prana Putra Sohe (PKB), atau kembali mempertimbangkan Harnojoyo atau ekstrimnya bisa saja mengajak Popo Ali dari Golkar.
Langkah ini dapat memperkuat koalisi dan mengkapitalisasi suara pemilih. Namun, jika tetap bertahan pada bakal pasangan Matahati, dan Golkar memilih Anita, maka ada dua jawab di lapangan suara matahati akan mengalami degradasi suara, mengalami penurunan dukungan, atau menanjak secara bertahap.
Untuk itu, Bacagub Mawardi dapat mempertimbangkan kembali untuk mendulang kemenangan, dan bisa saja secara basis akan bergerak menuju kemenangan.
Catatan Ketiga, pengalaman dukungan partai politik. Persaingan antar partai politik di Sumsel selama Pilkada Gubernur menunjukkan dinamika yang menarik, terutama antara Golkar, PDI-P, NasDem, dan Gerindra.
Jejak persaingan ini dapat dilihat dari hasil tiga Pilkada dan pemilu legislatif tingkat provinsi Sumsel terakhir. Pada setiap Pilkada, calon gubernur-wakil gubernur yang diusung oleh keempat partai tersebut selalu bersaing ketat untuk meraih suara pemilih Sumsel.
Pada Pilkada Gubernur 2008, Partai Golkar berhadapan dengan PDI-P. Golkar, yang memenangkan Pemilu Legislatif 2004 di Sumsel, berkoalisi dengan PAN, PBB, Partai Demokrat, dan PBR untuk mengajukan Alex Noerdin (Bupati Musi Banyuasin) dan Eddy Yusuf (Bupati Ogan Komering Ulu).
Koalisi Golkar ini bersaing dengan calon yang diajukan oleh koalisi PDI-P. Bersama PPP, PKS, dan PKB, PDI-P mengajukan Syahrial Oesman (Gubernur Petahana) yang berpasangan dengan Helmy Yahya (presenter).
Pasangan Alex Noerdin-Eddy Yusuf berhasil meraih suara terbanyak dengan 51,4 persen, unggul tipis atas pasangan Syahrial Oesman-Helmy Yahya yang memperoleh 48,6 persen.
Persaingan antara Golkar dan PDI-P semakin meriah dengan kehadiran Gerindra di Pilkada Gubernur Sumsel 2013. Koalisi Gerindra mengajukan Herman Deru (Bupati Ogan Komering Ulu Timur) yang berpasangan dengan Maphilinda Boer, istri Syahrial Oesman. Calon dari Gerindra ini menantang Alex Noerdin (Gubernur Petahana) yang kali ini berpasangan dengan Ishak Mekki (Bupati Ogan Komering Ilir).
Alex Noerdin-Ishak Mekki diusung oleh koalisi tangguh Partai Golkar dan Partai Demokrat, yang merupakan pemenang pertama dan kedua Pemilu Legislatif 2009 di Sumsel. Dua calon lainnya diajukan oleh PDI-P dan PAN.
Pasangan Eddy Santana Putra (Wali Kota Palembang) dan Anisja Djuita Supriyanto (pengusaha) diajukan oleh PDI-P, sedangkan koalisi PAN mengusung Iskandar Hasan (mantan Kepala Polda Sumsel) yang berpasangan dengan Hafisz Tohir (politisi PAN).
Pilkada Gubernur 2013 ini dimenangkan oleh pasangan Alex Noerdin-Ishak Mekki yang memperoleh 1.447.799 suara atau 39,28 persen.
Meski demikian, pasangan Herman Deru-Maphilinda Boer secara mengejutkan mampu memberikan perlawanan ketat dengan meraih 1.389.169 suara atau 37,69 persen.
Persaingan ini menunjukkan bagaimana dinamika politik di Sumsel terus berkembang, dengan partai-partai besar terus berusaha merebut hati pemilih dan meningkatkan pengaruh mereka di daerah tersebut.
Pada Pilkada Gubernur 2018, Herman Deru kembali mencalonkan diri dan kali ini berpasangan dengan Mawardi Yahya, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Ogan Ilir. Pasangan ini diusung oleh koalisi Partai Nasdem, Hanura, dan PAN.
Mereka menghadapi lawan berat, yaitu koalisi PDI-P, Golkar, dan PKB, yang mengusung pasangan Dodi Reza Alex Noerdin, Bupati Musi Banyuasin, dan Giri Ramanda Kiemas, Ketua DPRD Sumsel. Dodi Reza merupakan anak dari mantan Gubernur Alex Noerdin, yang memberikan keuntungan nama besar dalam pemilihan ini.
Selain itu, ada calon lain yaitu Ishak Mekki, wakil gubernur petahana, yang berpasangan dengan Yudha Pratomo, seorang akademisi dan putra dari mantan Wakil Gubernur Sumsel, Mahyuddin. Pasangan ini diusung oleh koalisi Partai Demokrat, PPP, dan PBB.
Sementara itu, koalisi Gerindra dan PKS mengajukan Saifuddin Aswari Rivai, yang merupakan Bupati Lahat periode 2008-2018, yang berpasangan dengan Muhammad Irwansyah, Wali Kota Pangkalpinang.
Hasil Pilkada Sumsel 2018 ini menunjukkan bahwa pasangan Herman Deru dan Mawardi Yahya berhasil memenangkan pilkada dengan meraih 35,96 persen suara. Mereka unggul atas pesaing terdekatnya, Dodi Reza dan Giri Ramanda, yang mendapatkan 30,96 persen suara pemilih.
Hasil Pileg di tingkat DPR RI wilayah Provinsi Sumsel 2024, maka pada penghitungan gabungan DPR RI untuk Dapil Sumsel I dan II, Golkar memperoleh total suara sebesar 857.642, diikuti oleh NasDem dengan total suara 834.680.
Gerindra mendapatkan total suara sebanyak 766.894, sedangkan Demokrat memperoleh 480.801 suara. PDIP mengumpulkan total suara sebesar 471.907, disusul oleh PKB dengan 441.748 suara. PKS mendapatkan total suara sebesar 294.282, dan PAN memperoleh 200.432 suara.
Partisipasi pemilih di kedua Dapil ini cukup tinggi, dengan total partisipasi mencapai 5.423.294 orang. Dari jumlah tersebut, total suara sah adalah 4.874.788 suara, sementara total suara tidak sah berjumlah 548.506 suara.
Rincian partisipasi pemilih di Dapil Sumsel I menunjukkan 2.485.907 pemilih dengan 2.252.279 suara sah dan 233.628 suara tidak sah. Sedangkan di Dapil Sumsel II, partisipasi pemilih mencapai 2.937.387 dengan 2.622.509 suara sah dan 314.878 suara tidak sah. (detik.com, 11 Mei 2024).
Mengingat dukungan partai tersebut, maka persaingan antara Golkar, Gerindra, Nasdem, dan PDI-P pada Pilkada 2018 berpotensi terjadi lagi pada Pilkada 2024, mengingat perolehan suara yang signifikan dari keempat partai ini pada Pemilu Legislatif 2024.
Pada pemilihan anggota DPRD Sumsel 2024-2029, Partai Golkar berhasil mengumpulkan total suara signifikan dengan perolehan suara dari beberapa anggotanya yang terpilih, mencapai 357.691 suara. Partai Gerindra juga menunjukkan kekuatannya dengan mengumpulkan 294.739 suara.
Partai NasDem memperoleh dukungan kuat dari konstituennya, terlihat dari jumlah suara yang diraih, yaitu 270.849 suara. Partai PDIP berhasil mendapatkan 216.360 suara dari beberapa anggotanya.
Partai Demokrat menunjukkan eksistensinya dengan perolehan 241.124 suara. Partai PKB berhasil mengumpulkan 173.111 suara dari beberapa anggotanya. Partai PKS juga memperoleh dukungan signifikan dengan total 122.440 suara. Partai PAN menunjukkan kekuatannya dengan perolehan 202.284 suara.
Partai PPP mendapatkan dukungan suara sebesar 61.843 suara. Partai Perindo memperoleh 37.092 suara dari satu anggotanya yang terpilih. Partai PKN dan Partai Hanura juga berhasil mendapatkan dukungan suara yang signifikan dari masing-masing satu anggotanya yang terpilih, dengan perolehan 18.460 suara untuk PKN dan 17.357 suara untuk Hanura.
Total keseluruhan suara yang diperoleh oleh anggota DPRD Sumsel 2024-2029 yang terpilih dari semua partai adalah 2.013.350 suara.(Detik.com, 29 Mei 2024)
Dengan hasil ini, Golkar mendapatkan 12 kursi di DPRD Provinsi Sumsel, diikuti oleh Gerindra yang memperoleh 11 kursi, hanya terpaut satu kursi dari Golkar. Selain itu, Nasdem memperoleh 10 kursi, disusul oleh PDI-P dengan 9 kursi dan Demokrat dengan 8 kursi. Kursi Nasdem di bawah kepemimpinan Ketua DPW Sumsel Herman Deru meningkat empat kursi dibandingkan Pemilu 2019. Gerindra juga mendapatkan tambahan satu kursi dibandingkan lima tahun sebelumnya. Di sisi lain, PDI-P kehilangan dua kursi, dan Golkar turun satu kursi.
Menghadapi Pilkada Sumsel, strategi koalisi partai politik dan pemilihan sosok bakal calon gubernur dan wakil gubernur menjadi aspek yang perlu dipertimbangkan matang-matang untuk memenangkan pilkada.
Pengalaman memimpin daerah menjadi faktor penting dalam pertimbangan ini, mengingat semua gubernur dan wakil gubernur sebelumnya memiliki rekam jejak sebagai pemimpin daerah.
Sosok calon yang memiliki pengalaman memimpin di tingkat lokal cenderung lebih memahami dinamika masyarakat dan kebutuhan wilayah, sehingga dapat menyusun strategi yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi lapangan.
Catatan Keempat, membaca tulisan Andreas Yoga Prasetyo (kompas.id, 6 Juni 2024) bahwa pemahaman terhadap wilayah geopolitik Sumsel merupakan faktor krusial dalam merumuskan strategi pemenangan pada Pilkada Sumsel.
Berdasarkan publikasi “Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950” oleh sejarawan Mestika Zed, wilayah Sumsel terbagi menjadi dua, yaitu daerah uluan (hulu) dan iliran (hilir). Masyarakat yang tinggal di wilayah iliran, atau perairan sungai, cenderung lebih banyak beraktivitas di sektor perdagangan.
Wilayah ini juga memiliki sejarah interaksi yang kuat dengan pendatang dan berada di bawah aturan kekuasaan kerajaan pada masa Kesultanan Palembang.
Sebaliknya, daerah uluan atau hulu Sungai Musi yang berada di kawasan dataran tinggi lebih bertumpu pada ekonomi primer seperti pertanian. Wilayah ini memiliki kultur masyarakat kesukuan yang lebih otonom dan tidak mudah ditaklukkan pada masa pendudukan Belanda.
Memahami karakter sosial budaya masyarakat di kedua wilayah ini memerlukan strategi kultural yang khas untuk memaksimalkan dukungan pemilih di pilkada mendatang.
Pengalaman dukungan partai dalam tiga periode Pilkada Sumsel menunjukkan bahwa koalisi partai besar memainkan peran kunci dalam menentukan hasil pemilihan.
Dukungan dari partai-partai besar tidak hanya memberikan sumber daya yang lebih besar untuk kampanye tetapi juga legitimasi politik yang penting bagi para kandidat.
Setiap periode pemilihan memperlihatkan bagaimana para kandidat menggunakan dukungan partai untuk membangun strategi kampanye yang kuat, menyesuaikan program mereka dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Sumsel.
Dengan strategi yang tepat, para kandidat dapat meraih dukungan luas dari berbagai lapisan masyarakat, baik di daerah hulu maupun hilir.
Ringkas uraian di atas, setiap pasangan calon dalam Pilkada Sumsel 2024 memiliki peluang yang setara untuk menang, bergantung pada dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Kesempatan untuk mendapatkan dukungan luas ada pada semua pasangan calon, mencerminkan semangat demokrasi yang sejati di Sumsel.
Pilkada Sumsel 2024 menunjukkan keberagaman pilihan politik bagi masyarakat, menegaskan pentingnya proses demokrasi yang sehat dan inklusif.
Partisipasi aktif warga dalam proses demokratisasi sangat penting, lebih dari sekadar hasil akhir pilkada. Keterlibatan masyarakat dalam menentukan masa depan provinsi mereka melalui pilkada ini menekankan pentingnya proses demokrasi yang sehat dan inklusif.
Oleh karena itu, Pilkada Sumsel 2024 mencerminkan dinamika politik yang kompleks dan peluang yang terbuka bagi semua pasangan calon untuk meraih kemenangan. Dukungan dari berbagai pihak dan strategi yang tepat menjadi kunci keberhasilan dalam meraih simpati dan suara masyarakat. **