TRIBUNEPOS.COM – Suku Ogan, yang juga dikenal sebagai Hang Ugan atau Jeme Ugan, merupakan salah satu kelompok etnis penting yang mayoritas bermukim di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung.
Berdasarkan sejumlah sumber sejarah dan etnografi, seperti buku “De Palembangsche Marga” karya Van Royen (1927), “Eenige Bijzonderheden Omtrent Palembang” oleh C.F.G. Praetorius (1843), “Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië” vol. 20 oleh Achtste Jaargang (1846), serta “Bermukim di Tepian Sungai Ogan: Etnografi Masyarakat dan Budaya Ogan di Pengandonan” oleh Zainal Arifin dkk. (2019), masyarakat Ogan memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan kaya.
Asal Usul dan Migrasi
Gelombang pertama masyarakat suku Ogan diperkirakan berasal dari wilayah Gunung Seminung-Pesagi pada abad ke-14.
Pemukiman pertama mereka berada di Ulu Tenggayak, yang kini masuk dalam wilayah administrasi Desa Mendingin, Kecamatan Ulu Ogan, Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Dari sini, masyarakat Ogan pertama membuka hutan (nyusuk) untuk pemukiman.
Keturunan mereka kemudian dikenal sebagai orang-orang Ogan klasik yang membentuk kemargaan Temenggungan (Ulu Ogan), Samikerian (Pengandonan), dan Aji (Semidang Aji).
Mereka juga memelopori adat Ogan dan masih memelihara kesenian asli mereka seperti Nyambai, Ngigal, dan Kulintangan.
Pada masa ini, terjadi perubahan kultural signifikan, terutama dalam bahasa dan budaya generik, dengan masyarakat Ogan yang mengadopsi bahasa Melayu Tengah akibat interaksi dengan orang-orang Besemah.
Gelombang migrasi selanjutnya datang dari rombongan orang-orang Bangkahulu/Sungai Serut/Bengkulu yang melalui wilayah Ulu Tenggayak dan akhirnya bermukim di wilayah Ogan Tengah, membentuk marga Semidang Alun II Suku III, kini wilayah Semidang Aji.
Berdasarkan silsilah dan hikayat, mereka adalah keturunan Raden Cili Mangkusa atau R. Kasegeni, anak dari penguasa Bangkahulu, Ratu Agung.
Marga ini tersebar dari desa Ulak Pandan hingga Pandan Dulang.
Seiring waktu, orang-orang Ogan pertama ini menyebar ke wilayah Muara Kuang (Ulakan) karena padatnya wilayah Ogan Ulu.
Mereka kemudian menerima kedatangan baru dari wilayah Rambang, Palembang, dan Jawa.
Arkeologi dan Temuan Gua Harimau
Peninggalan arkeologis di Gua Harimau, salah satu situs zaman purba di Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa peradaban di sekitar Sungai Ogan telah ada sejak zaman es, dengan komunitas awal berupa Ras Australomelanesoid.
Namun, berdasarkan buku “Gua Harimau dan Perjalanan Panjang Peradaban OKU” (2015), hubungan pasti antara masyarakat Gua Harimau dan pemukim Ogan modern belum ditemukan, mengingat rentang waktu yang sangat jauh di antara kedua peradaban tersebut.
Pembagian Wilayah dan Marga
Berdasarkan hunian masyarakat sepanjang hulu Sungai Ogan, suku Ogan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu suku Ogan Ulakan dan Ogan Uluan.
Beberapa marga yang masih ada hingga kini sebagai bentuk pelestarian identitas budaya adalah:
1. Marga Temenggungan (Ulun Ogan & Muara Jaya, OKU)
2. Marga Samikerian (Ulu Ogan & Pengandonan, OKU)
3. Marga Aji (Semidang Aji, OKU)
4. Marga Semidang Alun II Suku III (Semidang Aji, OKU)
5. Marga Bindung Langit Lawang Kulon (Baturaja Barat & Baturaja Timur, OKU)
6. Marga Lubuk Batang (Lubuk Batang, OKU)
7. Marga Perwatin IV (Peninjauan, OKU)
8. Marga Ngabehi IV (Kedaton Peninjauan Raya, OKU)
9. Marga Muarakuang (Muarakuang, Ogan Ilir)
10. Marga Way Tube (Way Tuba, Way Kanan, Lampung)
Bahasa dan Kebudayaan
Bahasa Ogan, yang merupakan bagian dari rumpun Bahasa Melayik, dituturkan oleh masyarakat Ogan baik di Sumatera Selatan maupun di wilayah diaspora lainnya.
Bahasa ini masih satu rumpun dengan Bahasa Besemah-Semende dalam keluarga Melayu Barisan Selatan, meski tidak identik. Bahasa Ogan digunakan dalam komunikasi sehari-hari dan acara adat.
Secara logat, bahasa Ogan mengikuti aliran Sungai Ogan: semakin ke hulu logatnya semakin keras, sementara semakin ke hilir logatnya semakin halus dan mendayu-dayu. Meskipun demikian, masyarakat Ogan tetap dapat saling memahami.
Mayoritas masyarakat suku Ogan memeluk agama Islam, meskipun ada juga yang beragama Kristen Katolik.
Budaya dan adat-istiadat mereka sangat dipengaruhi oleh Islam dan Melayu, yang terlihat dalam tradisi seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian.
Populasi dan Persebaran
Masyarakat suku Ogan tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ulu (Baturaja, Ulu Ogan, Semidang Aji, Lubuk Batang, Peninjauan, Pengandonan), Kabupaten Ogan Komering Ilir (Muara Baru, Anyar, dan Banding Anyar), Kabupaten Ogan Ilir (Kecamatan Muara Kuang) di sepanjang aliran Sungai Ogan, serta di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (Tugu Harum Belitang, Mendah, dan Martapura).
Di luar Sumatera Selatan, suku Ogan dapat dijumpai dalam jumlah besar di Lampung, meliputi Kabupaten Way Kanan (Way Tuba, Banjit, dan Kasui), Lampung Utara (Kotabumi, Bukit Kemuning, dan Ogan Lima), Pesawaran (Tegineneng), Lampung Barat (Sukau), Lampung Selatan, Kota Metro, dan Lampung Timur.
Pada sensus terakhir tahun 2010, jumlah populasi suku Ogan diperkirakan sebanyak 720.000 orang.
Melalui penelitian dan penggalian sejarah, keberadaan suku Ogan tidak hanya menggambarkan kekayaan budaya dan tradisi, tetapi juga menunjukkan bagaimana mereka mampu bertahan dan berkembang di tengah perubahan zaman.
Suku Ogan, dengan segala warisan budayanya, merupakan salah satu kekayaan bangsa yang patut dihargai dan dilestarikan. (*)
Oleh: Sandi Pusaka Herman (Pemimpin Redaksi Tribunepos.com)
Jadilah bagian dari perjuangan Tribunepos, bangun Indonesia dengan Literasi!