Oleh: H. HF Tohir
DALAM perjalanan hidup, dosa manusia hadir dalam rupa yang berbeda-beda. Tidak selalu berbentuk judi, zina, ghibah, atau riba. Kadang dosa tersembunyi dalam sesuatu yang tak kasat mata: ujub, merasa diri lebih hebat dari orang lain.
“Dosa terbesar sering kali tidak disadari, yaitu ketika hati dipenuhi rasa bangga akan kehebatan sendiri,” tulis H. HF Tohir dalam salah satu pengingatnya, yang dikutip dari fatwa Syekh Abdul Qodir Al-Jailani.
Peringatan ini membawa kita merenungi hubungan antara perbuatan dan hati. Setiap amal, kata H. HF Tohir, harus diiringi keikhlasan. Tanpa niat tulus, langkah kita menuju Al-Haq—kebenaran sejati—akan terhenti, bahkan tidak mendekat sejengkal pun.
Menjaga Niat di Tengah Amal
Dalam dunia yang terus mendewakan keberhasilan lahiriah, sering kali manusia lupa bahwa hati memiliki peran sentral. Keikhlasan adalah kunci. Amal tanpa niat yang lurus ibarat bangunan tanpa fondasi—gampang roboh dan tak memberi makna.
Syekh Abdul Qodir Al-Jailani pernah berpesan, “Hati yang tidak ikhlas adalah penjara. Ia memenjarakan ruh, menjauhkan manusia dari rahmat Allah.”
Pesan ini mengingatkan bahwa dosa hati, seperti sombong atau ujub, sering kali lebih berbahaya dibandingkan dosa fisik yang terlihat.
Refleksi untuk Semua
Sebagai manusia, kita tidak luput dari dosa. Namun, introspeksi adalah langkah awal menuju pembersihan diri.
H. HF Tohir menekankan bahwa perjalanan menuju Al-Haq membutuhkan perjuangan untuk mengikis ujub dan menghidupkan keikhlasan.
“Kita tidak selalu lebih baik dari orang lain. Kadang, kelebihan kita hanyalah ujian untuk menguji hati kita sendiri,” tulisnya.
Pesan ini adalah pengingat yang tak lekang oleh waktu: bahwa kebesaran bukan soal siapa yang paling hebat, tetapi siapa yang paling tulus melangkah menuju Allah. (**)
Artikel ini terinspirasi dari pesan dan fatwa Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, disampaikan melalui lisan H. HF Tohir. Mari jadikan hati kita rumah bagi keikhlasan, bukan arena bagi kesombongan.