PALEMBANG, TRIBUNEPOS.COM – Pelaksanaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) yang berlangsung selama empat hari di STISIPOL Candradimuka, Palembang, menuai perhatian khusus.
Acara yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan PWI Sumatera Selatan ini dibuka oleh Ketua Umum PWI Pusat, Hendry CH Bangun, dihadiri oleh Ketua PWI Sumsel, Kurnaidi, Kepala SJI Sumsel, Dr. Hadi Prayogo, Kepala Dinas Kominfo Sumsel, Rika Efianti, serta 2 (dua) orang pengajar dari SJI dari pusat turut menyampaikan materi dalam pelatihan itu.
Hari ini, Hendry juga dijadwalkan untuk menutup acara tersebut.
Namun, ada catatan penting terkait pelaksanaan SJI ini.
Melansir dari ketikpos.com, Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) Sumsel, H Ocktap Riady, mengaku tidak diberi informasi mengenai acara ini.
Ia merasa aneh karena tidak diundang dalam acara pembukaan, meskipun dirinya menjabat sebagai Ketua DK PWI Sumsel dan pernah menjadi Ketua PWI Sumsel saat SJI pertama kali digagas di Palembang pada tahun 2010.
Ocktap Riady juga mengungkapkan bahwa SJI Sumsel digagas sejak Hari Pers Nasional (HPN) 2010 di Palembang dan dimulai pada tahun 2011 saat ia menjabat sebagai Ketua PWI Sumsel.
Pertanyaan pun muncul, apakah ini terkait dengan perbedaan pandangan mengenai krisis yang tengah melanda PWI saat ini?
“SJI Sumsel digagas pada HPN 2010 di Palembang dan mulai dilaksanakan pada 2011 ketika saya menjadi Ketua PWI Sumsel. Namun, anehnya saat pembukaan SJI kemarin, saya, yang juga Ketua DK PWI Sumsel, serta jajaran lainnya tidak diundang dalam acara tersebut,” ujar Ocktap dengan nada heran.
Ocktap mengungkapkan ketidaktahuannya terkait acara SJI itu. Dalam penjelasannya, Ocktap menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui adanya kegiatan tersebut dari pesan WhatsApp yang dikirim oleh Sekretaris DK PWI Sumsel, Jon Heri.
“Aku juga tidak tahu ada kegiatan itu. Tahunya dari sekretaris DK, Jon Heri, yang WA. Wo, kita dak diundang apo acara SJI,” kata Ocktap, kepada Tribunepos.com, Kamis (8/8/24).
Meski tidak diundang, Ocktap mengaku tidak mempermasalahkannya.
“Aku sich biasa saja dak diundang. Itu mungkin tidak terkait dengan DK, jadi dak perlu diundang. Lah biasa kita tidak diajak, wong bukan masalah lah bagi aku pribadi,” ujarnya santai.
Namun, berbeda dengan Ocktap, beberapa anggota DK tampaknya mempertanyakan absennya undangan tersebut.
“Cuma kawan-kawan DK yang mempertanyakannya,” tambah Ocktap.
Sorotan juga datang dari Ketua Dewan Penasehat PWI Pusat, H. Ilham Bintang. Ia menyayangkan pelaksanaan SJI ini dihadiri dan dibuka oleh seseorang yang mengklaim diri sebagai Ketua PWI Pusat, meskipun orang tersebut sudah dinyatakan dipecat.
SJI Sumsel: Saya Kurang Tahu, Bukan SJI yang Keluarkan Undangan
Dr. Hadi Prayogo, Kepala Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Sumsel, saat dimintai tanggapan mengenai polemik tidak diundangnya Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Sumatera Selatan dalam acara SJI di Palembang, mengaku kurang mengetahui alasan di balik kejadian tersebut.
“Saya kurang mengetahui kenapa mereka (DK PWI Sumsel) tidak diundang,” ujar Ketua SJI Sumsel singkat saat dihubungi, Jumat (9/8/24).
Hadi menuturkan bahwa pihaknya hanya mengetahui bahwa yang mengundang adalah PWI Pusat dan PWI Sumsel.
“Yang mengundang PWI Pusat dan PWI Sumsel kang,” katanya.
Lebih lanjut, Kepala SJI Sumsel menegaskan bahwa tanda tangan pada surat undangan tersebut bukan SJI Sumsel tapi Ketua PWI Sumsel.
“Nah itu gak tau kang yang tandatangan ketua PWI bukan ketua SJI,” tambahnya.
Ia menyampaikan bahwa dirinya tidak terlibat langsung dalam proses pengundangan.
“Saya hanya mengisi pelajarannya saja,” ujar Mas Hadi, menegaskan posisinya dalam SJI ini.
![](https://tribunepos.umbaran.com/wp-content/uploads/2024/08/IMG-20240806-WA0064-2790203741.webp)
Hendry: SJI Pertama Kali Dicetus di Palembang
Ketua PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, dalam sambutannya menekankan pentingnya peran Palembang dalam sejarah pembentukan Sekolah Jurnalisme Indonesia.
Ia mengungkapkan bahwa gagasan awal untuk mendirikan SJI pertama kali tercetus di kota ini, Palembang. Berkat kerja sama dengan Gubernur Sumatera Selatan pada saat itu, Alex Noerdin.
“Di sinilah dulu kami menggagas sebuah produk yang bernama Sekolah Jurnalisme Indonesia, dengan visi menjadikan Palembang sebagai pusat pendidikan dan pelatihan wartawan se-Asia Tenggara,” ujar Hendry, menyoroti betapa pentingnya peran Palembang dalam pengembangan SJI.
Kurnaidi, Ketua PWI Sumsel, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya SJI di Palembang.
Ia menyatakan bahwa meskipun ini adalah gelaran keempat SJI di Sumsel, ia berharap program ini dapat terus memperkuat posisi Sumsel sebagai pusat pengembangan jurnalisme yang tidak kalah dengan daerah lain.
“Kami berharap Sumsel tidak tertinggal dalam mencetak wartawan yang berkualitas tinggi dan mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional,” tegas Kurnaidi.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Sumsel, Rika Efianti, menyatakan bahwa pemerintah provinsi sangat mendukung inisiatif ini.
Ia menekankan pentingnya SJI dalam membentuk wartawan yang tidak hanya terampil dalam menulis, tetapi juga memiliki wawasan global dan mampu berpikir kritis.
“Dengan kemajuan teknologi yang pesat, wartawan harus mampu bersaing dengan cepatnya penyebaran informasi di media sosial. Masyarakat harus mendapatkan berita yang akurat dan terpercaya dari sumber yang kompeten, yaitu para wartawan sesungguhnya,” kata Rika.
Harapan Damai di Tengah Perbedaan Pandangan
Di tengah pelaksanaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) yang berlangsung di Stisipol Candradimuka Palembang, muncul harapan agar acara ini tidak menjadi pemicu konflik baru di tubuh PWI khususnya PWI Sumsel.
Meski terjadi ketidakhadiran Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumsel, H. Ocktap Riady, yang menyebut tak diundang dalam acara tersebut, banyak pihak berharap ini hanya kesalahpahaman semata.
Perbedaan pandangan di kalangan anggota PWI Sumsel sudah mulai terlihat dalam beberapa komentar di grup WhatsApp PWI Sumsel.
Dua pihak berkomentar dengan pandangan yang berbeda dalam menyikapi konflik di PWI Pusat kerap muncul, namun hingga kini masih bisa dikelola dengan baik.
Jangan sampai SJI ini menjadi penyulut api perseteruan antara DK PWI Sumsel dengan Pengurus PWI Sumsel.
Diharapkan acara SJI, yang seharusnya menjadi ajang peningkatan kompetensi, tidak beralih fungsi menjadi pemantik konflik internal di PWI Sumsel.
PWI Sumsel, yang selama ini relatif damai dan bersatu, diharapkan dapat tetap menjaga keharmonisan meski ada perbedaan pandangan.
Banyak yang berdoa agar SJI ini menjadi momen pemersatu, bukan jadi pemicu pemecah belah, di tengah situasi yang tengah memanas di PWI Pusat. (*)