LAHAT, TRIBUNEPOS.COM – Ketegangan memuncak di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, pada Selasa (24/09/2024), ketika ratusan massa yang tergabung dalam Tim Advokasi Perangkat Desa (TAPD) menggelar unjuk rasa di depan Rumah Dinas Bupati dan halaman Kantor Pemkab Lahat.
Aksi ini berujung bentrokan setelah massa yang kesal memblokir pintu gerbang rumah dinas dengan tumpukan sampah.
Dalam aksinya yang ke-enam kalinya ini, massa menuntut Pemkab Lahat segera menindaklanjuti sengkarut pemberian sanksi kepada sejumlah kepala desa yang dinilai tidak mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Putusan ini, menurut pengunjuk rasa, telah berkekuatan hukum tetap, namun tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Sundan Wijaya, koordinator TAPD, menyatakan kekecewaannya terhadap lambannya sikap Pemkab dalam menindak kepala desa yang dianggap melanggar hukum.
“Menurut UU Nomor 30 Tahun 2014, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan dalam waktu maksimal 21 hari kerja. Namun hingga kini, sanksi tak kunjung diberikan,” tegas Sundan dalam orasinya.
Ketegangan memuncak saat massa mulai melakukan aksi blokade gerbang dengan sampah.
Bentrokan dengan Satpol PP dan kepolisian tak terhindarkan, meskipun situasi akhirnya bisa dikendalikan setelah beberapa saat.
Setelah suasana mereda, massa kembali bergerak menuju Kantor Pemkab Lahat, yang hanya berjarak beberapa meter dari lokasi pertama.
Di sini, mereka melanjutkan aksi protes dengan melempari pintu kantor Bupati menggunakan telur.
Pelemparan ini menandai puncak kemarahan massa yang menilai pemerintah daerah tidak serius menanggapi tuntutan mereka.
Sundan menuding Bupati Lahat sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ketidakpatuhan sejumlah kepala desa.
“Bupati Lahat seharusnya memahami pentingnya mematuhi putusan pengadilan. Jika tidak, maka Bupati adalah penghianat negara yang sesungguhnya,” ujarnya dengan nada tegas di hadapan awak media.
Dalam tuntutannya, TAPD meminta agar Pj Bupati segera memberikan sanksi tegas terhadap kepala desa yang menolak menjalankan putusan PTUN, serta mendesak Inspektorat Kabupaten Lahat untuk melakukan audit investigasi terkait dugaan penyalahgunaan anggaran desa.
Aksi ini juga menuntut agar aparat penegak hukum segera memproses para pihak yang terlibat dalam kerugian keuangan daerah, termasuk kepala desa, camat, hingga kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran ini.
Menjelang akhir aksi, kepala Dinas DPMD Kabupaten Lahat yang sempat berada di lokasi, segera kabur meninggalkan tempat tanpa memberikan keterangan kepada media.
Kejadian ini menambah sorotan negatif terhadap kinerja Pemkab dalam menangani masalah yang dihadapi perangkat desa di Lahat.
Aksi yang berlangsung panas ini menggambarkan semakin memburuknya hubungan antara Pemkab Lahat dan perangkat desa, di tengah tuntutan publik akan transparansi dan akuntabilitas.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemkab Lahat belum memberikan tanggapan resmi atas tuntutan TAPD.
Berikut tuntutan massa unjuk rasa dari TAPD:
1. Menuntut Pj Bupati Lahat untuk segera memberikan sanksi pemberhentian kepada kepala desa yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap dimulai dari bulan Agustus 2022 sampai bulan Maret 2023.
Selain itu memberikan sanksı kepada kepala desa di kecamatan Kota Agung dan Tanjung Tebat karena telah memberhentikan perangkat desa tanpa berlandaskan ketentuan yang berlaku (tanpa SK pemberhentian).
2. Menuntut Inspektur Inspektorat Pemkab Lahat untuk segera melakukan audit investigasi atas adanya dugaan kerugian keuangan daerah (ADD) yang dimana pemberian gaji perangkat desa diberikan kepada yang tidak berhak (memperkaya orang lain) dan patut diduga keabsahan atau legalitas dari penggunaan dana desa tersebut, terdapat cacat prosedur, karena digunakan oleh seseorang yang tidak mempunyai kewenangan (contoh jabatan strategis Sekdes/Bendahara/kaur pembangunan), maka secara otomatis cacat pula secara pelaksanaannya (Korupsi).
3. Menuntut Inspektorat untuk segera memberikan hasil audit investigasi tersebut kepada aparat penegak hukum (APH) agar seluruh pihak-pihak yang terlibat atas adanya kerugian keuangan daerah maupun negara, baik itu kepala desa, camat dan kepala DPMD dapat segera diproses sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU 31/1999.
**
Pewarta – Chairuns