Scroll untuk baca artikel
BeritaOgan IlirPendidikanSekolahSumsel

Unik, Guru SMPN 1 Pemulutan Selatan Pakai Seragam Siswa di Sekolah, Kenapa Ya?

×

Unik, Guru SMPN 1 Pemulutan Selatan Pakai Seragam Siswa di Sekolah, Kenapa Ya?

Sebarkan artikel ini
Para guru SMPN 1 Pemulutan Selatan menggelar upacara memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97 pada Selasa (28/10/25) dengan berpakai seragam sekolah bak seorang siswa. (Foto: Tribunepos)
Laporan: Zahrah Amiya Tasya / Jurnalis Tribunepos

OGAN ILIR, TRIBUNEPOS — Suasana di halaman SMPN 1 Pemulutan Selatan, Selasa (28/10/2025), terasa berbeda dari biasanya. Deretan guru dan tenaga pendidik berdiri tegak di bawah kibaran bendera merah putih — bukan dengan batik atau pakaian dinas, melainkan seragam putih biru layaknya pelajar SMP.

Langkah tak biasa itu sontak mencuri perhatian seluruh siswa. Bukan tanpa alasan, Kepala SMPN 1 Pemulutan Selatan, Rahmanisawati, SPd, menyebut aksi tersebut sebagai bentuk keteladanan nyata dan napak tilas semangat Sumpah Pemuda yang kini mulai pudar di kalangan generasi muda.

“Kami ingin mengingatkan, disiplin dan nasionalisme itu bukan teori. Guru harus jadi contoh, bukan hanya memberi nasihat. Hari ini, kami kembali jadi ‘siswa’ untuk menunjukkan arti persatuan dan kesederhanaan,” ujarnya dengan tegas.

Berbeda dari sekolah lain, pembina upacara justru diberikan kepada siswa terpilih. Keputusan ini diambil untuk melatih jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab generasi muda di bawah pengawasan guru.

Upacara berlangsung khidmat, diakhiri dengan tantangan berbahasa Indonesia sehari penuh, di mana seluruh warga sekolah diwajibkan meninggalkan bahasa daerah maupun bahasa gaul selama satu hari.

Di tengah derasnya arus budaya global dan krisis identitas generasi digital, aksi para guru ini menjadi tamparan halus namun bermakna — bahwa semangat Sumpah Pemuda tak cukup dirayakan, tapi harus dihidupkan kembali lewat tindakan nyata dan keteladanan.

Langit pagi di Pemulutan Selatan menjadi saksi, ketika para pendidik memilih kembali menjadi murid — bukan untuk bernostalgia, melainkan untuk mengingatkan bangsa bahwa persatuan dimulai dari keteladanan. (*)