Scroll untuk baca artikel
BeritaBerita UtamaHukum & KriminalKejagungKorupsiNasionalTNI & PolriViral

Kantor Kejaksaan se-Indonesia Dijaga TNI, Terkait Kasus Korupsi Satelit Kemenhan? Saling Jaga atau Saling Jaga-Jaga?

×

Kantor Kejaksaan se-Indonesia Dijaga TNI, Terkait Kasus Korupsi Satelit Kemenhan? Saling Jaga atau Saling Jaga-Jaga?

Sebarkan artikel ini
Langkah pengamanan bersama ini sontak mengundang tanda tanya. Apakah ini bagian dari protokol rutin? Ataukah ada yang tengah dijaga lebih dari sekadar gedung?. _dok. Tribunepos.umbaran.com

TRIBUNEPOS Suasana di halaman sejumlah kantor Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di berbagai daerah akhir-akhir ini sedikit berbeda.

Di antara deretan kendaraan dinas dan lalu-lalang jaksa berbaju dinas cokelat khas Adhyaksa, tampak pula bayang-bayang seragam loreng milik Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Langkah pengamanan bersama ini sontak mengundang tanda tanya. Apakah ini bagian dari protokol rutin? Ataukah ada yang tengah dijaga lebih dari sekadar gedung?

Apalagi, pengamanan ini muncul di tengah panasnya pengusutan kasus besar: dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Sebuah proyek yang tak hanya menyangkut teknologi tinggi, tetapi juga menyeret nama-nama besar di institusi pertahanan.

Pada Senin, 5 Mei 2025, Tim Penyidik Koneksitas resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Mereka adalah Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi, mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan yang juga merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Anthony Thomas Van Der Heyden, Tenaga Ahli Satelit di Kemenhan; dan Gabor Kuti, CEO dari Navayo International AG—perusahaan asing yang terlibat dalam proyek satelit ini.

Kerugian negara ditaksir mencapai Rp300 miliar.

Ketika seragam loreng TNI mulai rutin terlihat di lingkungan kejaksaan, spekulasi pun bermunculan. Apakah ini bentuk dukungan? Atau bentuk tekanan?

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, buru-buru meluruskan dugaan tersebut. Ia menegaskan bahwa kehadiran TNI di kantor-kantor kejaksaan seluruh Indonesia bukanlah respons atas kasus satelit.

“Tidak ada kaitannya dengan penanganan perkara. Bantuan pengamanan dari TNI itu sudah dibicarakan jauh sebelumnya sebagai bentuk kerja sama,” kata Harli saat dikonfirmasi pada Senin, 12 Mei 2025.

Menurut Harli, kerja sama ini sudah lama dirancang dan dikoordinasikan oleh bidang Pidana Militer Kejagung. Bahkan, nota kesepahaman antara Kejagung dan TNI mengenai pengamanan lembaga penegak hukum ini sudah diteken sebelumnya.

Surat telegram TNI yang memerintahkan pelibatan unsur militer dalam pengamanan Kejati dan Kejari telah diterbitkan, meski pelaksanaannya masih dalam proses penyesuaian di berbagai daerah.

Hubungan antara institusi militer dan kejaksaan memang bukan perkara baru. Di bawah payung hukum Pidana Militer, dua institusi ini kerap bekerja sama dalam penanganan perkara-perkara yang melibatkan unsur TNI aktif maupun purnawirawan.

Namun tetap saja, waktu pelaksanaan pengamanan ini tak pelak memancing tafsir publik. Apalagi salah satu tersangka dalam kasus satelit adalah purnawirawan TNI berpangkat Laksamana Muda.

Apakah ini murni kerja sama kelembagaan atau pertanda adanya tarikan kepentingan di balik layar?

Untuk sementara, publik hanya bisa membaca gelagat. Sembari menanti kelanjutan penyidikan dan persidangan, kehadiran TNI di balik pagar kantor kejaksaan tetap akan menjadi bahan bisik-bisik: siapa sebenarnya yang sedang dijaga—gedung atau keadilan?. ***

 

Editor: SPH