Scroll untuk baca artikel
ArtikelBeritaNasionalOpiniPilkadaPolitik

Pilkada 2024: Antara Harapan Demokrasi dan Dinamika Ekonomi Daerah

×

Pilkada 2024: Antara Harapan Demokrasi dan Dinamika Ekonomi Daerah

Sebarkan artikel ini
Dr. Peny Cahaya Azwari, MM, MBA, Akademisi dan Peneliti Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. (Dok. Tribunepos.umbaran.com)
Oleh: Dr. Peny Cahaya Azwari, MM, MBA, Ak
(Akademisi dan Peneliti Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang)

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan pada 27 November 2024 menjadi momentum penting bagi demokrasi Indonesia. Dengan melibatkan 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, pesta demokrasi ini akan menentukan arah kepemimpinan daerah dalam lima tahun ke depan. Namun, di balik antusiasme politik, tersimpan implikasi besar terhadap perekonomian daerah yang patut menjadi perhatian.

Pilkada bukan hanya soal pemilihan pemimpin, melainkan juga instrumen yang dapat memengaruhi stabilitas anggaran daerah, iklim investasi, hingga kesejahteraan masyarakat. Bagaimana Pilkada 2024 dapat menggerakkan atau justru menahan laju perekonomian? Berikut adalah beberapa aspek yang perlu dicermati.

Pergeseran Anggaran dan Belanja Publik

Pilkada kerap memengaruhi struktur anggaran daerah. Selama kampanye, calon kepala daerah cenderung menjanjikan program-program populis seperti pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi. Hal ini sering kali menyebabkan peningkatan belanja publik di sektor tertentu, namun diiringi penurunan alokasi untuk bantuan sosial dan belanja modal.

Setelah Pilkada, revisi anggaran oleh pemimpin baru sering kali menjadi tantangan. Pergeseran prioritas dapat menciptakan inefisiensi, defisit anggaran, dan disrupsi program pembangunan. Jika tidak dikelola dengan bijak, perubahan ini berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi daerah.

Ketidakpastian Politik dan Iklim Investasi

Pilkada juga membawa risiko politik yang memengaruhi keputusan investasi. Banyak investor lebih memilih menunggu hasil Pilkada sebelum melanjutkan proyek besar. Ketidakpastian ini berdampak langsung pada sektor real estate, industri manufaktur, dan jasa.

Selain itu, selama masa kampanye, ketidakpastian politik dapat melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas ekonomi daerah. Penurunan daya beli dan konsumsi domestik menjadi ancaman nyata jika situasi ini tidak segera ditangani.

Pasar Tenaga Kerja: Momentum yang Sementara

Pilkada sering kali menciptakan lapangan kerja sementara, terutama di sektor pendukung kampanye dan kegiatan pemilu. Mulai dari relawan hingga petugas pemilu, banyak individu yang terlibat dalam kegiatan ini.

Namun, setelah Pilkada selesai, pekerjaan sementara ini biasanya berakhir, meningkatkan angka pengangguran dalam jangka pendek. Fenomena ini mencerminkan pentingnya kebijakan pasca-Pilkada yang fokus pada penyediaan lapangan kerja berkelanjutan.

Dinamika Kebijakan Ekonomi Lokal

Pergantian kepemimpinan sering kali membawa perubahan signifikan pada kebijakan ekonomi lokal. Pemimpin baru cenderung menyesuaikan visi dan misinya dengan program pembangunan daerah, yang dapat menggeser fokus sektor prioritas.

Misalnya, beberapa daerah pasca-Pilkada 2020 merealokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur guna meningkatkan daya saing ekonomi lokal. Sementara itu, perubahan kebijakan yang tidak terencana dapat menimbulkan disrupsi pada proyek yang sedang berjalan, menciptakan dinamika baru yang kadang tidak menguntungkan.

Akses Layanan Publik dan Kesejahteraan Masyarakat

Selama kampanye, janji perbaikan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial sering dilontarkan para kandidat. Namun, implementasi janji tersebut tidak selalu berjalan mulus.

Pergantian pemimpin sering kali menyebabkan perubahan dalam pengalokasian anggaran untuk layanan publik. Hal ini dapat memengaruhi kualitas layanan, menciptakan ketimpangan distribusi, bahkan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.

Kesimpulan: Pilkada Sebagai Peluang dan Tantangan

Pilkada 2024 adalah peluang untuk memperkuat demokrasi sekaligus menata perekonomian daerah. Namun, implikasinya tidak dapat dianggap remeh. Ketidakpastian politik, perubahan prioritas anggaran, dan dampak jangka pendek pada lapangan kerja adalah tantangan nyata yang harus dikelola dengan cermat.

Perencanaan strategis pasca-Pilkada menjadi kunci keberhasilan. Dengan pemimpin yang mampu menjaga stabilitas ekonomi dan keberlanjutan kebijakan, Pilkada dapat menjadi motor penggerak pembangunan daerah. Sebaliknya, tanpa perencanaan yang matang, Pilkada justru dapat memicu disrupsi ekonomi yang merugikan masyarakat.

Pilkada bukan hanya tentang memilih pemimpin, melainkan juga menetapkan arah pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Mari menjadikan Pilkada 2024 sebagai momentum memperkuat demokrasi sekaligus menggerakkan perekonomian daerah menuju masa depan yang lebih baik. **